Sep 9, 2011

Ekonomi Mudik Lebaran

Velix Wanggai --Jurnal Nasional, Kamis 8 September 2011

Di sela-sela suasana liburan Idul Fitri 1432 H dan cuti bersama, sejak 28 Agustus hingga 4 September 2011, Presiden SBY selalu mengamati dengan seksama perkembangan dan dinamika ekonomi nasional dan daerah yang sedang berlangsung. Menjelang perayaan Idul Fitri, Presiden menyebuti peristiwa ekonomi tahunan yang memiliki dampak yang luar biasa bagi tumbuhnya ekonomi nasional, regional dan lokal sebagai “Ekonomi Lebaran". Peristiwa ekonomi lebaran ini merupakan peristiwa khusus dengan waktu tertentu di bulan suci Ramadhan, Idul Fitri, dan satu-dua minggu setelah Idul Fitri. Jutaan orang bergerak dari satu pulau ke pulau lain, dari satu provinsi ke provinsi lain, dari kota ke desa, maupun dari luar negeri ke dalam negeri, atau sebaliknya.

Dalam pandangan pribadi penulis, peristiwa ekonomi mudik lebaran ini mungkin sebagai "model ekonomi jalan Tuhan," sebagai pelengkap model ekonomi jalan pasar (market economy) dan model jalan peran negara (state intervention). Ekonomi lebaran ini memiliki warna yang kental dengan nilai-nilai transendental, humanisasi dan liberasi. Ada makna ibadah silaturahmi ‘“tatap muka secara langsung- yang sulit digantikan dengan kemajuan teknologi komunikasi seperti melalui telepon atau teleconference. Orang saling berkunjung, saling memaafkan, dan saling memberi. Kita memperbaiki hubungan horizontal antara sesama manusia. Kita berharap dosa dan kesalahan kita dengan sesama dapat diampuni oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kita memperoleh ridho-Nya. Demikian pula, dengan pulang ke kampung halaman, orang-orang dapat berziarah ke makam orang tua, keluarga dan handau taulan yang telah meninggal. Ziarah juga mengandung makna silaturahmi dengan orang-orang yang kita cintai yang telah wafat lebih dulu. Ada juga ibadah sosial lainnya seperti infaq, sedekah, dan zakat selama Ramadhan dan Idul Fitri ini. Kesemua ini merupakan nilai-nilai mulia yang terkandung dalam model ekonomi mudik lebaran.

Ekonomi mudik lebaran juga mengandung makna redistribusi ekonomi yang lebih inklusif ke semua kelompok masyarakat dan merata ke seluruh pelosok wilayah Tanah Air. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa mengatakan uang yang berputar selama Ramadhan dan Idul Fitri sekitar Rp 61 trilliun. Uang sebanyak itu berputar dari satu tempat ke tempat lainnya, terutama dari kota-kota ke desa-desa atau ke daerah-daerah yang menjadi pusat-pusat arus mudik. Banyak orang terkena berkah lebaran ini. Mereka yang mudik membawa gaji dan tunjangan hari raya, dan menggunakan uang mereka untuk membeli oleh-oleh, menggunakan jasa transportasi dan akomodasi, maupun memberikan kepada sanak keluarga di kampung halaman. Mereka yang mudik ini dari berbagai golongan penduduk, baik mereka yang berprofesi penjual jamu, pedagang bakso, petugas satuan keamanan, guru, karyawan swasta, pegawai negeri sipil terendah hingga esalon I, dan lainnya. Dengan beragamnya pemudik ini, maka berbeda pula tingkat pengeluaran uang. Semuanya memiliki peran dalam menggerakkan ekonomi lokal.

Kita juga dapat menyaksikan secara langsung atau secara tidak langsung di berbagai media yang menyiarkan ribuan orang yang mengunjungi tempat-tempat wisata di berbagai daerah, berbelanja di pasar-pasar tradisonal hingga mal modern, menikmati kuliner khas daerah dan membeli pernak-pernik kerajinan rakyat sebagai hasil dari ekonomi kreatif yang tumbuh di daerah-daerah. Pasar batu-batu mulia di kota Martapura begitu ramai dikunjungi orang-orang. Surat kabar lokal memberitakan bahwa perdagangan batu mulia mengalami peningkatan yang signifikan. Apa yang terjadi di pasar Martapura ini pun terjadi di kota-kota lainnya. Dari omzet pedagang batik di Surakarta yang meningkat hampir tigaratus persen hingga pedagang baju muslim, songkok, dan batik khas Makasar yang melonjak drastis. Ekonomi tumbuh dimana-mana.

Dalam konteks pembangunan daerah, salah satu pelajaran penting yang patut kita ambil dari fenomena dan dampak ekonomi mudik lebaran ini adalah bagaimana memantapkan dan melanjutkan strategi pembangunan kota-kota besar, menengah dan kecil di luar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Kota-kota kecil dan menengah tersebut baik di Pulau Jawa-Bali maupun di luar Pulau Jawa-Bali. Jutaan pemudik yang berasal dari kawasan Jabodetabek ke kota-kota kecil di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun pemudik yang mengunjungi saudara-saudaranya di kota-kota kecil di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Mengingat peranan perkotaan, khususnya kota-kota besar dan menengah, cukup signifikan sebagai penghela pertumbuhan ekonomi regional dan lokal atau dikatakan sebagai engine of growth perekonomian daerah.

Oleh karena itu, sejak 2004 lalu, Presiden SBY memberikan perhatian yang besar bagi percepatan pembangunan kota-kota menengah dan kecil. Kebijakan dasar Presiden SBY adalah melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota masing-masing dan pembangunan keterkaitan ekonomi kota-desa dalam "sistem wilayah pengembangan ekonomi" dengan mempertimbangkan perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan. Harapannya, kota-kota kecil dan menengah ini sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi regional dan lokal.

Beberapa langkah yang telah dan akan tetap dilanjutkan oleh Presiden SBY dan jajaran pembantunya adalah antara lain: (1) menumbuhkan sentra-sentra industri kecil di kota-kota kecil, khususnya industri yang mengolah hasil pertanian dari wilayah-wilayah perdesaan dengan menggunakan teknologi tepat guna; (2) meningkatkan jaringan transportasi wilayah yang menghubungkan antara kota-kota kecil dan menengah; (3) meningkatkan kesiapan infrastruktur sosial dasar perkotaan di kota-kota kecil dan menengah untuk dapat melayani fungsi eksternal dan internal kotanya; (4) memberdayakan kemampuan pengusaha kecil dan menengah yang akan berfungsi sebagai pelaku-pelaku ekonomi lokal yang dapat menciptakan lapangan kerja baru di daerahnya.

Sejumlah langkah tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kota-kota menengah dan kecil di luar wilayah Jabodetabek, sehingga kota-kota kecil dan menengah itu dapat berperan sebagai penggerak ekonomi regional dan lokal di sekitarnya. Dengan demikian, urbanisasi ke kota-kota besar seperti ke Jakarta dapat dikurangi semaksimal mungkin. Ditambah lagi dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang terus dilakukan saat ini, serta kebijakan perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, atau kebijakan MP3EI, maka kota-kota kecil dan menengah dapat tumbuh dan berperan sebagai pusat-pusat pertumbuhan dan pusat-pusat keadilan yang tersebar merata di negeri ini.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...