Nov 30, 2009

Orang-orang Muda dan Baru di Lingkaran Presiden SBY

Julian Gaya Jepang, Velix Kenyang Jadi Aktivis

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) punya sepuluh staf khusus. Di antara mereka, ada yang sudah banyak dikenal publik, ada pula yang relatif belum terkenal. Julian Aldrin Pasha dan Velix Vernando Wanggai termasuk yang belum terkenal. Umur keduanya tergolong lebih muda jika dibanding lainnya. Bagaimana kiprah mereka?

BEDA orang, beda gaya. Julian Aldrin Pasha punya cara sendiri untuk menunjukkan sosoknya sebagai juru bicara kepresidenan yang baru. Pembawaannya kalem. Intonasi bicaranya terukur. Kontras dengan Andi Mallarangeng, juru bicara sebelumnya, yang namanya lebih dulu melekat di hati masyarakat. Gaya bicara Andi cenderung ceplas-ceplos, khas Makassar. Beda jauh dari Julian.

Pria kelahiran Teluk Betung, 22 Juli 1969, tersebut paham betul dirinya kini menggantikan Andi yang sangat populer. Namun wakil dekan FISIP Universitas Indonesia (UI) itu tak ingin dibanding-bandingkan dengan Andi yang kini menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga tersebut.

Julian juga tidak akan mengubah gayanya saat ini. “Saya merasa senang dengan cara dan gaya saya sekarang. Saya tidak akan berusaha menjadi Pak Andi kedua,” katanya saat ditemui setelah salat Ied di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (27/11).

Sebelum menjadi staf khusus, Julian dekat dengan Andi Mallarangeng. Melalui Andi, daftar riwayat hidup Julian sampai ke tangan SBY. Kebetulan pula, istri Julian, Mega Kharismawati, pernah menjadi staf Andi.

Menurut Julian, curriculum vitae itu diminta Andi sebelum pemanggilan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Karena itu, awalnya dirinya sama sekali tidak tahu akan ditempatkan di pos apa. “Jadi saya memang juga tidak tahu apa-apa akan menjadi jubir presiden,” ungkap ayah Khansa Amira Pasha itu.

Julian lahir dan besar di keluarga akademisi. Ayah dan ibunya, Rasjid M Akrabi dan Djunaidah Rasjid, merupakan guru besar di Universitas Lampung. “Saya tiga bersaudara, putra kedua. Kami sejak kecil dididik untuk disiplin dalam segala hal,” ungkap mantan direktur program Pascasarjana FISIP UI tersebut.

Begitu lulus sarjana ilmu politik di Universitas Indonesia pada 1994, Julian langsung menjadi asisten dosen di almamaternya. Dia lalu menggondol gelar master bidang politik dari Hosei University, Tokyo, Jepang, 2000. Lima tahun setelah itu, dia meraih gelar doktor di universitas yang sama. Dua gelar dia raih dengan predikat summa cum laude (pujian tertinggi).

Hampir tujuh tahun tinggal di Jepang, membuat Julian mahir bahasa Negeri Sakura itu. Gaya Jepang juga masih bertahan hingga kini: sopan. Saat berbicara kerap sedikit membungkuk. “Sewaktu S-2 dan S-3, saya habiskan waktu di Jepang. Jadi saya tidak ada masalah dengan bahasa Jepang,” tutur Julian.

Dia mengakui, dunia akademis dan politik praktis berbeda jauh. Apalagi menjadi juru bicara presiden adalah pengalaman perdananya dalam politik praktis. Julian juga menyatakan tidak pernah terlibat dalam kampanye SBY-Boediono saat Pilpres Juli lalu. “Ini benar-benar kali pertama saya di politik praktis,” tegasnya.

Dia merasa yakin harus menerima tawaran sebagai juru bicara presiden karena percaya pada sosok SBY. “Ini suatu kehormatan bagi saya mengemban tugas yang tidak ringan ini,” ujarnya.

Satu lagi sosok staf khusus yang belum banyak dikenal adalah Velix Vernando Wanggai yang dipercaya menjadi staf khusus presiden bidang pembangunan daerah dan otonomi daerah. Velix adalah putra asli Papua.

Sejak lulus program studi Hubungan Internasional Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1996, dia langsung bekerja menjadi PNS di Bappenas. Sebelum diangkat menjadi staf khusus presiden, jabatan terakhirnya adalah perencana di Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal di Bappenas.

Di UGM, Velix bersentuhan dengan kegiatan aktivis mahasiswa. Dia pernah menjadi ketua umum Senat Mahasiswa Fisipol UGM 1994-1995 menggantikan Andi Arief yang kini juga menjadi staf khusus presiden. “Saya harus berterima kasih kepada kawan-kawan di Jawa Pos (induk Jambi Independent, red). Ketika saya ketua umum senat mahasiswa, banyak kegiatan senat yang diliput Jawa Pos. Ini adalah momen penting yang sangat berpengaruh dalam perjalanan hidup saya ke depan,” ungkap pria kelahiran Jayapura, 16 Februari 1972, tersebut.

Dinamika berorganisasi dan jaringan pergerakan mulai dia bentuk selama di lingkungan senat mahasiswa. Saat menjadi ketua senat, Velix pernah memimpin demonstrasi menuntut hak mahasiswa dalam pemilihan dekan. Dia dan kawan-kawannya juga membuat gerakan berani dengan mendirikan Dewan Mahasiswa UGM sebagai kritik atas struktur Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT).

Dewan Mahasiswa merupakan organisasi yang dilarang rezim Orde Baru kala itu melalui kebijakan otoriter yang lebih dikenal sebagai NKK/BKK (normalisasi kehidupan kampus/badan koordinasi kampus).

Berorganisasi di senat tak hanya menjadi momen yang mengantarkan dirinya meraih karier hingga saat ini. Di situ Velix juga mendapat jodoh, seorang putri Bugis, Sulawesi Selatan, Herwin Meiliantina. “Istri saya seorang PNS di lingkungan Sekretariat Negara,” ujar penghobi lukis itu. Dari pernikahannya, dia telah dikaruniai empat anak, satu perempuan dan tiga laki-laki.

Pada 2003-2005, Velix menempuh pendidikan master di Flinders Institute of Public Policy and Management di Flinders University, South Australia. Sejak 2006, dia menempuh pendidikan S-3 (PhD) di Department of Political and Social Change di Research School of Pacific and Asian Studies (RSPAS), The Australian National University (ANU). “Saya tertarik pada kajian politik reformasi desentralisasi,” ujarnya.

Saat kuliah di Australia, Velix ditunjuk rekan-rekannya menjadi presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) se-Australia 2004-2006. “Amanat itu memberi hikmah berharga bagi saya untuk memahami konteks internasional bagi pembangunan nasional,” jelas ayah Venna Refornissa Wanggai (11), Qorano Wanggai (9), Cordova Wanggai (5), dan Qowabi Wanggai (3) tersebut.

Aktivitasnya di PPI membuat dirinya dikenal langsung oleh Presiden SBY. Pada 2006, hubungan Indonesia-Australia tengah memanas. PM Australia kala itu, John Howard, memberikan visa proteksi kepada 42 warga Papua, termasuk pentolan separatis Herman Wainggai yang menyeberang dengan perahu ke Australia. “Politisi maupun media, baik di Indonesia maupun Australia, saling silang pendapat menyoroti kasus itu. Kami, kawan-kawan mahasiswa Indonesia di Australia, memandang konteks persoalan tersebut secara rasional,” ungkapnya.

Velix bersama kawan-kawannya lantas menyampaikan pemikiran PPI Australia menyangkut langkah-langkah strategis bagi penyelesaian masalah Papua. Saat itu dia sedang menempuh pendidikan doktor di ANU, Canberra. “Bapak SBY mengundang saya dan kawan-kawan PPI Australia ke Jakarta untuk berdialog,” kata Velix yang kini menjadi kandidat doktor di ANU itu.

Dalam pertemuan 6 Juni 2006 tersebut, SBY menerima gagasan PPI Australia. SBY menerima ide pentingnya perbaikan hubungan Indonesia-Australia. Pemerintah juga lantas mengeluarkan kebijakan baru yang disebut “New Deal for Papua”. Di Bappenas, usul tersebut dirumuskan dalam sebuah kebijakan presiden yang berujung pada terbitnya Inpres Nomor 5/2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Memang tak berlebihan jika Velix banyak mendedikasikan hidupnya untuk Papua. Dia lahir dan dibesarkan di Bumi Cenderawasih itu. Ayah dan ibunya, Sofyan Wanggai dan Nurita Wanggai, adalah petani anggrek serta tanaman hias di Kota Jayapura. Ayahnya juga seorang veteran pembebasan Irian Barat pada 1960-an. “Dengan latar belakang pendidikan Belanda, ayah saya mendidik dengan disiplin dan kerja keras.”

Dari keluarganya yang sederhana, Velix juga mendapat visi pluralisme sejak kecil. “Ayah saya Muslim, sedangkan adiknya pendeta Nasrani,” ujar penulis buku New Deal for Papua: Menata Papua dengan Hati itu.

Dia juga tidak pernah menyangka akan menjadi staf khusus. Andi Mallarangeng meminta dirinya menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap. Dia baru mengetahui akan diangkat menjadi staf khusus pada awal November lalu. Setelah itu, bersama beberapa staf khusus lain, Velix diundang SBY di Istana Negara dan Istana Cipanas.(*)

Nov 23, 2009

Para Pendekar Istana

Charta Features

Charta Politika: Setelah Wakil Presiden, mungkin para staf khusus adalah orang yang paling dekat dan intens bekerja dengan presiden. Makanya setelah presiden mengumumkan nama-nama para menterinya, pengumuman staf khusus sangat dinantikan masyarakat politik.

Rupanya menentukan para staf khusus Istana bukanlah pekerjaan gampang bagi seorang Presiden. Sejak mencuatnya kisruh KPK – Polri, pengumuman nama-nama staf khusus harus mengalami beberapa kali pengunduran.

Tentu Presiden memiliki alasan khusus di balik molornya pengumuman nama-nama itu, mengingat para staf khusus inilah corong pencitraan politik bagi sang Presiden.

Meskipun belum diumumkan secara resmi, dari pemberitaan media massa kita memperoleh kabar bahwa SBY telah menandatangani Keputusan Presiden penunjukan 10 orang staf khusus. Dari sepuluh orang staf khusus, empat orang diantaranya adalah muka lama.

Empat orang staf khusus yang kabarnya tetap dipertahankan SBY adalah Dino Patti Djalal, Denny Indrayana, Sardan Marbun, dan Hero Lelono. Sementara enam wajah baru yang akan berkantor di Istana Kepresidenan diantaranya, Wakil Dekan FISIP Universitas Indonesia Julian Adrian Pasha, staf khusus Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Velix Wanggai, Sekjend Jaringan Nusantara Andi Arief, pengamat politik Universitas Airlangga Daniel Sparingga, Kolonel Ahmad Yani Basuki, dan Jusuf Wangkar.

Pembentukan staf kepresidenan SBY tampaknya tak berbeda jauh dengan west-wing ala Barrack Obama dan George W Bush. Persamaannya adalah model pembentukan yang mengandalkan kedekatan personal, keringat politik dalam kampanye, dan pengalaman politik.

Obama misalnya mengangkat David Axerold sebagai penasehat utama pemerintahannya. Sebelumnya, Axerold adalah kepala strategi kampanye Obama dalam pemilihan presiden lalu. Selain Axerold, Robert Gibb yang juga banyak berkeringat memuluskan langkah Obama ke Gedung Putih terutama saat menjadi Direktur Komunikasi dalam pemilihan Senat diangkat sebagai Press Secretary. Reggie Love yang banyak menemani Obama saat pemilihan juga mendapat jatah sebagai ajudannya.

Bush juga begitu. Ia mengangkat Karl Rove sebagai penasehat utama. Karl Rove adalah konsultan politik Bush pada pemilu presiden tahun 2000 dan 2004.

Tak jauh berbeda dengan Obama dan Bush, SBY juga menerapkan pola yang relatif sama. Selain mempertahankan empat staf khususnya yang berhasil membentuk citra positif terhadap SBY. SBY juga menunjuk kalangan professional seperti Julian Aldrin Pasha, Velix Wanggai dan Daniel Sparingga. Andi Arief yang “berkeringat” memcounter isu-isu negative dalam pemilu lalu ditunjuk sebagai staf khusus bidang sosial.

Kita tunggu, apakah para pendekar Istana ini mampu menjadikan pemerintahan kedua SBY berakhir dengan khusnul khatimah (akhir yang baik) atau justru suul khatimah (akhir yang buruk)? - Arya Fernandes

Staf Khusus Presiden: Velix Wanggai, dari Papua untuk Indonesia











Vivanews.com, Senin, 23 November 2009, 05:52 WIB, Arfi Bambani Amri


Pernah membuat heboh saat berkuliah di UGM. Inilah Staf Khusus Presiden Velix Wanggai.

VIVAnews - Velix Vernando Wanggai, seorang putra Papua, menjadi staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Velix membantu Presiden memberi masukan di bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah.

Siapakah Velix? Sebelum menjadi staf khusus, Velix adalah Staf Perencana pada Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Velix yang dilahirkan di Jayapura, Papua, pada 16 Februari 1972 ini meraih sarjana strata 1 di bidang Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.

"Meski jurusan saya hubungan internasional, tapi skripsi saya mengenai dampak ekonomi politik penanaman modal asing di Papua," kata Velix saat berbincang dengan VIVAnews, Minggu 22 November 2009.

Minat Velix pada pembangunan daerah ini berlanjut saat bekerja di Bappenas. Ayah empat anak ini lalu mengambil kuliah master ke Flinders Institute of Public Policy and Management, Flinders University, dengan tema tesis "The Politics of Formulating Regional Development Policy: The Case of Papua, Indonesia, 1998 - 2006".

"Pendidikan Doktor saya pun di Australian National University mengambil tema penelitian soal otonomi daerah khususnya Undang-undang 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah," kata Velix. "Juga saya membahas otonomi yang bersifat asimetris terkait UU Otonomi Khusus Papua dan UU Pemerintahan Aceh."

***

Masa kecil Velix dihabiskan di Papua. Anak dari pasangan Sofyan Wanggai dan Ita Nurlita ini menghabiskan masa sekolah dasar sampai menengah di Jayapura. Saat bersekolah di SMA Negeri 2 Jayapura, Velix sudah aktif berorganisasi di Gerakan Pemuda Ansor, sebuah organisasi pemuda yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama.

Lulus SMA pada 1991, Velix lalu berkuliah di UGM. Awal kuliah, Velix sudah didapuk teman-teman seangkatannya sebagai Ketua Angkatan 1991. Dua tahun kemudian, antara 1993-1994, Velix menjadi Ketua Umum Jamaah Mushala Fisipol UGM. Kemudian setelah itu, Velix menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fisipol UGM menggantikan Andi Arief, yang sekarang juga menjadi Staf Khusus Presiden.

Saat menjadi Ketua Senat antara 1994-1995 ini, Velix pernah memimpin sebuah demonstrasi yang membuat merah telinga Rektor UGM saat itu. Velix bersama teman-temannya yang tergabung dalam Komite Penegak Hak Politik Mahasiswa (Tegaklima) menuntut mahasiswa diberikan hak memilih dekan.

Velix juga menimbulkan kehebohan, yang mungkin berskala nasional, ketika pada tahun 1994 mendeklarasikan pendirian Dewan Mahasiswa UGM. Dewan Mahasiswa merupakan sebuah nama yang sudah dikubur Orde Baru dalam Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kampus atas nama ketertiban umum.

Namun untunglah radar Orde Baru tidak terlalu mengawasinya seperti yang dialami Andi Arief, seniornya, yang sampai dikejar-kejar aparat. Begitu lulus dari Fisipol pada 1996, suami dari Herwin Meiliantina, ini menjadi staf proyek di Sekretariat Nasional Program Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) (sejak tanggal 25 Maret 1996).

Meski berstatus staf di Bappenas, gairah berorganisasinya tak pernah hilang. Antara 1998-2000, Velix menjadi Sekretaris Jenderal Forum Ukhuwah Pemuda Irian Jaya. Saat berkuliah di Flinders University, Velix juga menjadi Presiden Persatuan Pelajar Indonesia se-Australia antara 2004-2006.

***

Pengetahuan akademis dan pengalaman organisasi Velix ini dilengkapi dengan pengalaman nyata berinteraksi dengan warga di daerah. Sejak awal bekerja di Bappenas, Velix telah terjun langsung ke Papua menjadi bagian dari Tim Penyusunan Kajian Kebijakan Pengembangan Wilayah Terpadu (PWT) Sorong, PWT Fak-fak, PWT Merauke, PWT Jayapura, dan PWT Jayawijaya (1996 – 1997) dan Anggota Tim Bappenas dalam perencanaan awal Program Pengembangan Wilayah Timika Terpadu (PWT2), termasuk dalam merencanakan kebijakan dana 1 persen dari PT. Freeport Indonesia kepada 7 (tujuh) suku di sekitar Timika (Juni 1996 - 1998).

Velix pernah dikirim Bappenas Studi Banding Pembangunan Perdesaan di Jepang dan Korea Selatan (1998). Kemudian pengalamannya itu bekal menjadi anggota Tim Penyusun Strategi Pengembangan Kawasan Unggulan Wilayah Teluk Cenderawasih, Provinsi Irian Jaya (1998) dan anggota Tim Penyusun Strategi Pengembangan Wilayah di Sepanjang Koridor Jalan Jayapura – Wamena, Provinsi Irian Jaya (1999).

Puncaknya, di tengah-tengah menyelesaikan pendidikan Ph.D di the ANU Canberra, Velix ikut serta aktif sebagai Anggota Tim Bappenas dalam menyusun rancangan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (2006 – 2007).
Sejak Januari 2009, Velix menjadi Ketua Badan Penasehat the Institute for Regional Institution and Network (The IRIAN Institute). Juli lalu, sebuah bukunya ’New Deal for Papua, Menata Kembali Papua dengan Hati’ pun terbit.

"Jadi itu yang mungkin menjadi pertimbangan Bapak Presiden memilih saya menjadi Staf Khusus Bidang Pembangunan Daerah," kata Velix. "Meski tidak spesifik masalah Papua," katanya. Dan sejak Jumat 20 November lalu, Velix sudah mulai berkantor di Bina Graha, sebagai staf Khusus Presiden.


• VIVAnews




Nov 19, 2009

Presiden SBY Angkat 10 Staf Khusus

Kamis, 19/11/2009 20:33 WIB
Luhur Hertanto - detikNews

Jakarta - Presiden SBY mengangkat 10 orang staf khusus di era baru pemerintahannya. Dari 10 orang staf khusus itu, 5 di antaranya merupakan wajah baru.

Informasi yang diperoleh detikcom dari sumber di Istana Kepresidenan, 6 wajah baru yang mengisi kursi staf khusus Presiden SBY adalah Andi Arief, Julian Adrian Pasha, Velix Wanggai, Kolonel Ahmad Yani Basuki, Jusuf Wangkar dan Daniel S Paringga.

Mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik yang juga menjadi korban penculikan, Andi Arief, diangkat menjadi staf khusus bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam. Julian Adrian Pasha menempati posisi sebagai juru bicara presiden.

Jusuf Wangkar diangkat sebagai staf khusus Presiden bidang keamanan. Sementara Daniel Sparringa mengisi staf khusus presiden bidang politik.

Velix Wanggai diangkat menjadi staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah. Velix adalah Direktur Eksekutif The Institute for Regional Institutions and Networks (IRIAN Institute), sebuah LSM yang berkonsensi di berbagai persoalan di Papua.

Selanjutnya Kolonel Ahmad Yani Basuki diangkat sebagai staf khusus Presiden bidang informasi dan komunikasi. Perwira menengah TNI AD penyandang gelar doktor sosiologi ini memang telah lama berkecimpung di bidang komunikasi massa. Selama berdinas di TNI AD dia pernah menjabat sebagai Kabidpenum Puspen TNI.

Sementara 4 wajah lama yang kembali menjadi staf khusus Presiden adalah Denny Indrayana, Dino Patti Djalal, Sardan Marbun, dan Heru Lelono. Denny tetap di posisi staf khusus bidang hukum. Demikian pula dengan Dino Patti Djalal yang tetap menjadi juru bicara luar negeri. Sedangkan Sardan Marbun menjadi staf khusus Presiden bidang Sosial.

"Nama-nama tersebut akan diumumkan besok, Jumat (20/11/2009)," ujar sumber detikcom tersebut, Kamis (19/11/2009).

Sumber tersebut menambahkan, para staf khusus ini setiap hari wajib sudah berada di Bina Graha pukul 09.00 WIB. Sore harinya, mereka juga akan melakukan rapat koordinasi. Hal ini dilakukan agar para staf khusus ini selalu 1 langkah, tidak bergerak sendiri-sendiri.

"Sepanjang hari ini mereka baru rapat perdana di Wisma Negara. Tadi pagi mereka mendapatkan briefing pertama dari Presiden SBY," ungkap sumber itu.

(djo/asy)

Presiden SBY Angkat 10 Staf Khusus


Jakarta, (Analisa)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat 10 orang staf khusus di era baru pemerintahannya. Informasi yang diperoleh detikcom dari sumber di Istana Kepresidenan, ada enam wajah baru yang mengisi kursi staf khusus Presiden SBY adalah Andi Arief, Julian Adrian Pasha, Velix Wanggai, Kolonel Ahmad Yani Basuki, Jusuf Wangkar dan Daniel S Paringga.

Mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik yang juga menjadi korban penculikan, Andi Arief, diangkat menjadi staf khusus bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam. Julian Adrian Pasha menempati posisi sebagai juru bicara presiden.

Jusuf Wangkar diangkat sebagai staf khusus Presiden bidang keamanan. Sementara Daniel Sparringa mengisi staf khusus presiden bidang politik. Velix Wanggai diangkat menjadi staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah. Velix adalah Direktur Eksekutif The Institute for Regional Institutions and Networks (IRIAN Institute), sebuah LSM yang berkonsensi di berbagai persoalan di Papua.

Selanjutnya Kolonel Ahmad Yani Basuki diangkat sebagai staf khusus Presiden bidang informasi dan komunikasi. Perwira menengah TNI AD penyandang gelar doktor sosiologi ini memang telah lama berkecimpung di bidang komunikasi massa. Selama berdinas di TNI AD dia pernah menjabat sebagai Kabidpenum Puspen TNI.

Sementara empat wajah lama yang kembali menjadi staf khusus Presiden adalah Denny Indrayana, Dino Patti Djalal, Sardan Marbun, dan Heru Lelono. Denny tetap di posisi staf khusus bidang hukum. Demikian pula dengan Dino Patti Djalal yang tetap menjadi juru bicara luar negeri. Sedangkan Sardan Marbun menjadi staf khusus Presiden bidang Sosial. "Nama-nama tersebut akan diumumkan Jumat (20/11)," ujar sumber detikcom tersebut, Kamis (19/11).

Sumber tersebut menambahkan, para staf khusus ini setiap hari wajib sudah berada di Bina Graha pukul 09.00 WIB. Sore harinya, mereka juga akan melakukan rapat koordinasi. Hal ini dilakukan agar para staf khusus ini selalu satu langkah, tidak bergerak sendiri-sendiri. "Sepanjang hari ini mereka baru rapat perdana di Wisma Negara. Tadi pagi mereka mendapatkan briefing pertama dari Presiden SBY," ungkap sumber itu. (dtc)

Nov 17, 2009

HUKUM SEBAGAI PANGLIMA






Tuesday, 17 November 2009 07:55
Oleh: Velix V Wanggai

Dalam beberapa minggu terakhir ini, kita disibukkan oleh kasus hukum yang melilit komisioner KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) nonaktif Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.

Kasus ini cukup menyita perhatian publik karena konflik yang terbuka antara kepolisian dan KPK. Respons cepat telah diambil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) guna menyelesaikan kasus ini. Salah satu langkah yang ditempuh adalah membentuk tim pencari fakta yang dikenal sebagai Tim Delapan yang hasil rekomendasinya baru disampaikan semalam ke SBY. Langkah ini adalah bukti komitmen SBY untuk menegakkan hukum secara adil.

Artinya, hukum sebagai panglima merupakan cita-cita kita bersama. Kasus Bibit-Chandra ini merupakan sebuah potret atas karakter dari sistem dan politik hukum yang kompleks di masa transisi ini.Apa makna kasus tersebut bagi masa depan pembangunan hukum di era pemerintahan SBY-Boediono?
Menegakkan Keadilan

Menyimak perjalanan lima tahun terakhir, tampaknya pemerintah telah berupaya untuk menegakkan supremasi hukum sebagai prioritas pembangunan nasional. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004–2009, Presiden SBY secara tegas mencanangkan agenda “Indonesia yang adil” sebagai salah satu agenda nasional,di samping agenda “Indonesia yang sejahtera dan damai”. Adil artinya tidak berat sebelah atau memihak.

Keadilan dan demokrasi saling terkait. Demokrasi adalah pandangan hidup yang senantiasa mempersamakan hak dan kewajiban serta memperlakukan semua warga negara secara sama di hadapan hukum.Demikian pula adil berarti memihak kepada yang benar serta memegang teguh hukum dan konstitusi. Karena itu, komitmen kita bersama adalah keadilan dan hukum dapat ditegakkan. Itu tercermin dari terciptanya sistem hukum yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif, serta tegaknya perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Di sinilah pentingnya memaknai kehadiran KPK.Ia hadir ketika banyak orang menaruh harapan yang tinggi untuk meluruskan kerja-kerja institusi hukum yang belum optimal. Alhasil, banyak kasus yang berhasil dituntaskan KPK dalam beberapa tahun terakhir. Ada tiga warisan masalah pokok yang dihadapi SBY pada 2004. Ketiganya meliputi substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan kultur (budaya) hukum.

Pertama, adanya tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang-undangan serta antara peraturan yang sederajat satu dengan lainnya bertentangan. Misalnya, peraturan tingkat pusat dan daerah serta antara peraturan yang lebih rendah dengan peraturan di atasnya. Kedua,kurangnya independensi dan akuntabilitas kelembagaan hukum, terutama lembaga-lembaga penegak hukum. Independensi dan akuntabilitas merupakan dua sisi mata uang. Karena itu, independensi lembaga hukum harus disertai dengan akuntabilitas.

Hal ini memerlukan sumber daya manusia di bidang hukum yang berkualitas dan berintegritas. Ketiga,adanya gejala menurunnya kesadaran akan hak dan kewajiban hukum masyarakat.Apatisme masyarakat meningkat baik pada substansi hukum maupun struktur hukum yang ada. Bahkan di tingkat masyarakat, ada kasus main hakim sendiri dan pembakaran para pelaku kriminal.Ini menandakan kebebasan yang tak bertanggung jawab yang muncul pasca-Reformasi.

Menyikapi tiga masalah pokok tersebut, politik hukum yang ditempuh, pertama, menata kembali substansi hukum yang mencakup peninjauan dan penataan kembali berbagai peraturan perundangundangan, menghormati dan memperkuat kearifan lokal serta hukum adat untuk memperkaya sistem hukum. Kedua, melakukan pembenahan struktur hokum melalui penguatan kelembagaan.

Profesionalisme hukum dan staf peradilan perlu ditingkatkan serta keterbukaan dan transparansi perlu dibangun dalam sistem peradilan. Ketiga, meningkatkan budaya hukum.Pendidikan dan sosialisasi menjadi agenda penting yang tak terelakkan.Tak lupa, perilaku keteladanan dari pemimpin pemerintahan baik di pusat maupun di daerah perlu dihadirkan.

Konvergensi Hukum dan Demokrasi

Dalam 10 tahun terakhir proses transformasi politik telah berjalan. Dari sebuah negara yang otoriter menjadi sebuah negara yang lebih demokratis. Kita bermimpi mewujudkan transformasi sistemik menuju konstruksi tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.Artinya, terbangun tata kelola pemerintahan yang bebas dari kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.

Harapan kita, hukum menjadi panglima. Itu adalah landasan politik dalam sebuah negara yang demokratis. Konsistensi dalam penegakan hukum, termasuk dalam memerangi korupsi, akan berdampak bagi rasa aman, adil, dan kepastian berusaha. Di masa kampanye pemilihan presiden lalu, pasangan SBY-Boediono mencanangkan lima agenda utama,yaitu pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan; perbaikan tata kelola pemerintahan; penegakan pilar demokrasi; penegakan hukum dan pemberantasan korupsi; dan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

Lima agenda ini yang akhirnya dijabarkan ke dalam program kerja lima tahun dan program kerja 100 hari. Karena itu, kasus Bibit-Chandra merupakan momentum bagi penegasan komitmen pemerintah. Siapa pun yang bersalah harus dihukum tanpa tebang pilih.Sebuah sistem yang demokratis membutuhkan tegaknya “rule of law”. Publik ingin suatu kepastian hukum serta jaminan bagi proses peradilan yang bebas.Tentu saja politik hukum ini akan sangat berkontribusi bagi proses konsolidasi demokrasi di Republik ini.

Untuk merealisasikan janji selama kampanye,Program 100 Hari dan Program Kerja Kabinet Indonesia Bersatu II telah mencanangkan pemberantasan korupsi dan mafia peradilan sebagai agenda utama.Tak ada tebang pilih kasus. Siapa pun yang bersalah harus menerima hukuman yang setimpal. Jika ada oknum KPK yang melanggar kewenangan, mereka harus diseret ke ruang pengadilan. Begitu pula oknum polisi maupun jaksa. Tak ada hak-hak istimewa yang melekat pada sosok-sosok penegak hukum.

Adil menjadi kata kunci dalam menyelesaikan kasus ini. Kepastian hukum dalam sistem dan politik hukum di Tanah Air memiliki korelasi positif bagi keberlangsungan pembangunan. Iklim hukum dan politik yang sehat menjadi harapan bagi tinggi atau rendahnya kaum pemilik modal menanamkan investasi.Investasi yang tinggi akan turut berkontribusi bagi pembukaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan,maupun pertumbuhan yang inklusif. Ke depan,kita ingin sebuah wajah sistem dan politik hukum yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Seluruh rakyat menunggu harapan itu.Tentu segudang masalah dan tantangan menghadang di depan kita. Tetapi komitmen Presiden SBY dapat dinilai sebagai salah satu modal terbesar dalam menata substansi, struktur dan budaya hukum. Saatnya hukum sebagai panglima. Supremasi hukum yang tegak adalah prasyarat terpenting bagi kelanjutan konsolidasi demokrasi di Tanah Air.

Penulis: Direktur Eksekutif IRIAN, Kandidat PhD Bidang Politik di ANU, Canberra

Sumber: Harian Seputar Indonesia, Selasa 17 November 2009

Nov 16, 2009

9 Pertanyaan untuk Velix Wanggai: Optimisme Pemuda Bangun Papua yang Maju


Jakarta | Mon 16 Nov 2009

by : Vien Dimyati

PRIA yang satu ini termasuk salah satu pemuda Papua yang terbilang sukses. Velix Wanggai adalah pemuda Papua yang pernah menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Kesuksesan yang ia dapatkan hingga saat ini membuat ia terus berjuang untuk serta dalam hal pembangunan Papua. Bersama pemuda Papua lainnya ia berharap wajah Papua baru dapat maju mengikuti daerah berkembang lainnya.

Dengan memperkuat pola komunikasi di antara jenjang pemerintah terkait, serta membangkitkan rasa optimisme birokrasi lokal di kalangan pemuda Papua, Kepala Seksi Kawasan Khusus Wilayah Timur, Direktorat Penanganan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, BAPPENAS ini, yakin 20 tahun kemudian Papua akan menjadi lebih baik.

Menurutnya, wajah Papua baru bagi anak muda adalah Papua yang adil dan sejahtera tapi dengan wajah yang inklusif bukan ekslusif, memiliki toleransi, memiliki nilai-nilai pluralisme di dalam jiwanya.

Ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu, Velix Wanggai bersedia berbicara dengan Jurnal Nasional mengenai perubahan Papua. Berikut adalah kutipannya:

1. Ceritakan sedikit mengenai kegiatan Anda?

Kalau berbicara mengenai kegiatan saya, sejak saya lulus dari UGM, saya sudah mulai aktif di Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bappenas, di bagian Deputi Pembangunan Regional dan Otonomi Daerah, jadi banyak tugas-tugas yang saya kerjakan yang bersifat aspek pengembangan kawasan, pengembangan masyarakat di daerah, dan hal-hal mengenai penguatan otonomi daerah, dari sebelum dan sesudah masa reformasi. Tapi, sejak 2003, saya menempuh pendidikan di Australia untuk menyelesaikan program S3 saya. Lima, enam tahun belakangan ini saya lebih banyak melakukan kegiatan di luar kedinasan yakni melakukan studi. Dalam studi, saya mengkaji dan meneliti proses formulasi penyusunan undang-undang otonomi daerah di dalam tesis saya. Tapi, di luar studi itu saya masih membantu di kedinasaan (Bappenas).

2. Kenapa mengambil masalah undang-undang otonomi daerah?

Tesis saya ini mengenai proses formulasi penyusunan undang-undang otonomi daerah sehingga saya dapat menganalisis proses gagasan yang muncul di dalam penyusunan undang-undang desentralisasi yang sudah ada dari tahun 1999. Jadi, saya bisa melihat proses penyusunan undang-undang desentralisasi otonomi daerah tahun 1999 dan kritisnya undang-undang pemerintahan daerah tahun 2004, itu dua yang saya analisis.

Undang-undang lainnya yang dianalisis adalah undang-undang otonomi daerah yang bersifat khusus yaitu saya menganalisis proses penyusunan undang-undang otonomi khusus bagi provinsi Papua dan juga undang-undang pemerintahan Aceh. Jadi, saya mencoba menganalisis undang-undang otonomi daerah yang bersifat umum dan bersifat khusus. Saya membandingkan gagasan yang muncul, proses tarik-menarik gagasan, kepentingan politik dan juga kepentingan bisnis yang ada di dalam penyunan undang-undang itu. Sehingga, saya ingin mendapat suatu potret yang utuh, bagaimana pemerintah, politisi di DPR, serta masyarakat mencoba membuat desain baru untuk otonomi daerah di Indonesia selama reformasi ini.

3. Apa yang membuat Anda tertarik mendalami penyusunan undang-undang otonomi daerah?

Karena pertama, saya ingin melihat gagasan yang muncul, yang hadir, yang ingin memberikan kekuatan terhadap daerah, artinya hak, kewajiban, dan tanggung jawab daerah provinsi dalam mengelola pemerintahan daerahnya. Kedua, saya ingin melihat bahwa selama ini orang mengatakan desentralisasi adalah bagian penting atau anak kandung dari proses demokrasi Indonesia. Jadi, saya ingin melihat proses desentralisasi atau demokrasi Indonesia ini bisa tercipta di tingkat lokal (provinsi). Ketiga, pelajaran bagi proses policy making, bagamana semua stakeholder yang ada di Indonesia yang konsen di otonomi daerah ini bisa terlibat di dalam proses itu.

Akhirnya di dalam analisis saya ini, kita bisa melihat bagamana policy making yang terjadi di dalam undang-undang tahun 1999, tahun 2004, apakah terbuka atau tertutup. Kemudian juga akan terlihat undang-undang yang tercipta hanya untuk kepentingan-kepentingan yang terjadi di situ dan juga undang-undang yang di Aceh dan Papua.

Sehingga, kita bisa memberikan pola yang baru bagi pemerintahan, baik di pusat dan di daerah. Maka, dari berbagai stakeholder ini terlibat juga untuk menyusun suatu arah baru hubungan pusat dan daerah di Indonesia. Itu yang penting, dan mudah-mudahan dalam satu semester ke depan disertasi ini bisa selesai.

4. Apa ada sinkronisasi antara tugas kedinasan dan studi Anda ini?

Saya melihat disertasi ini sangat berkaitan erat dengan tugas kedinasan saya di Bappenas, apalagi keunggulan kedinasan ini kan adalah pengembangan wilayah otonomi dearah. Kemudian dalam proses studi saya juga membantu proses penyusunan Instruksi Presiden mengenai percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat, yakni Inpres No 5 tahun 2007. Saya telah mengikuti prosesnya selama setahun, sehingga Inpres itu dibuat dan menjadi komitmen baru dari presiden untuk melihat undang-undang dan masalah otonomi khusus bagi Papua. Tapi, itu relatif, berjalannya belum efektif. Jadi sebenarnya data pemikiran Inpres ini keluar, tapi sebetulnya hampir 7 tahun ini otonomi khusus belum berjalan optimal atau belum berjalan efektif sehingga ada komitmen dari Presiden. Jadi Inpres ini adalah komitmen dari Presiden untuk mengoptimalkan percepatan pembangunan di Papua.

5. Apa yang jadi masalahnya sehingga Inpres itu belum berjalan?

Memang yang menjadi persoalannya sekarang adalah di tingkat implementasinya. Di mana orang-orang di kementerian, di lembaga pusat, di tingkat gubernur dan bupati belum maksimal menjalankan instruksi Presiden ini. Hal ini belum dapat diterapkan karena sebelumnya dalam Inpres ini, selain instruksi juga bersifat pendekatan. Jadi mereka (kementerian, bupati, gubernur) berpikir akan ada lagi instruksi baru lagi. Tapi kalau kita melihat di New Deal for Papua, yang ada di Inpres itu kan percepatan penanggulangan kemiskinan di Papua, ketahanan pangan, pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur.

Jadi harus ada suatu perlakukan khusus bagi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) putra dan putri Papua. Walaupun secara legal ini harus diperbaharui karena ini pemerintahan baru, terlepas dari legal formal, ini merupakan suatu pendekatan yang harus diterapkan oleh siapa pun, artinya oleh kementerian yang baru ini. Selain itu gubernur dan bupati juga harus tetap menjalani dan menerapkan instruksi ini, karena istilahnya ini yang menjadi sentral.

6. Apa PR (pekerjaan rumah) di Papua yang harus diselesaikan segera?

Masalah koordinasi antara jenjang pemerintahan. Lebih memperbanyak forum-forum pertemuan antara pusat dan daerah, antara provinsi dan kabupaten. Karena komunikasi yang paling sering terputus ini adalah antara provinsi dan kabupaten. Presentasi, koordinasi, komunikasi, itu yang penting untuk pembangunan Papua ke depan. Seharusnya kita bisa share strategi, visi, misi, itu yang penting. Karena selama ini perjalanannya sangat lambat, antara provinsi dan kabupaten. Gubernur dan wali kota harus ada komunikasi. Sehingga, visi dan misi menjadi sama dan ini juga bisa menyatukan masalah hal pendanaannya. Karena, anggaran untuk percepatan pembangunan Papua yang diberikan oleh pemerintah sangat besar.

7. Konsep Papua yang seperti apa yang dijunjung generasi muda Papua?

Di tingkat filosofi. Yang pertama untuk melihat wajah Papua yang baru adalah bagaimana kita mengembangkan sikap optimisme di kalangan generasi muda Papua. Artinya, ada energi positif. Para pemuda harus mencoba meminimalisasikan pesimisme untuk masa depan Papua. Karena pesimis adalah energi negatif bagi masa depan Papua untuk melihat masa depan hubungan antara pusat dan daerah.

Sekarang tinggal kita memberikan harapan, optimisme, bahwa Papua akan maju walaupun berangkatnya berbeda dengan saudara-saudara lain di provinsi lainnya. Tapi optimisme dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, dan potensi SDM yang ada, keanekaragaman lingkungan yang ada, itu yang memberikan potensi yang bisa membuat optimis dari generasi muda.

8. Percepatan pembangunan yang seperti apa agar mencirikan khas budaya Papua?

Ya itulah yang selama ini yang menjadi pertanyaan. Hal yang menjadi penting adalah proses keseimbangan untuk menyatukan langkah di Papua, untuk penegakan pembangunan yang bersifat ekonomi, teknokratis, kita harus melakukannya dengan pendekatan sosial budaya Papua. Untuk mengombinasikan pendekatan itu, bisa melalui aspek yang bersifat penguatan masyarakat asli Papua, masyarakat adat, dan pendekatan sosial budaya sesuai dengan konteks wilayah di Papua.

Salah satu hal yang menjadi paling praktis di Papua adalah di Papua secara sederhana kita bisa melihat masyarakat pesisir pantai, masyarakat rawa-rawa, pulau-pulau, kaki gunung, pegunungan. Artinya, bagaimana kita bisa melakukan pembangunan yang bisa menyeimbangkan pendekatan ekonomi, sosial budaya, yang penting pendekatannya harus sesuai dengan konteks ekologi masyarakat yang ada di Papua. Bagaimana cara pendekatan di masyarakat pantai, rawa-rawa, kaki gunung serta pegunungan.

9. Apa tantangan generasi muda Papua untuk membangun Papua yang baru?

Mengomunikasikan pandangan yang berbeda dari stakeholder. Yakni pandangan berbeda antara kementerian, pusat, lokal, di berbagai stakeholder itu. Karena sangat sulit untuk menggabungkan visi misi di berbagai stakeholder ini, terutama di tingkat kementerian lembaga, pemerintah provinsi, dan kabupaten. Kami juga kesulitan untuk menyamakan visi di internal kawan-kawan Papua ini sendiri. Karena, perubahan Papua ke depan ini intinya dari kemauan orang Papua ini sendiri yang memiliki keragaman etnis, budaya, dan wilayah.

Nov 12, 2009

Staf Khusus Presiden Wajah Baru di Ring Satu

Presiden Yudhoyono menunjuk sepuluh staf khusus kepresidenan.
Banyak diisi intelektual muda.

MULAI Kamis pekan lalu, Kolonel Ahmad Yani Basuki tak lagi mengenakan seragam militer. Bekas Kepala Dinas Penerangan Umum Markas Besar Tentara Nasional Indonesia itu ”dikaryakan” di Istana Kepresidenan. ”Sudah dua hari ini ngantor dengan pakaian sipil,” kata Yani kepada Tempo.

Yani secara resmi menerima surat keputusan pengangkatannya pada Jum­at pekan lalu. Ia ditunjuk sebagai staf khusus presiden bidang publikasi dan dokumentasi. Disebutkan di sana, staf khusus adalah jabatan struktural se­ting­kat eselon I-A. ”Alhamdulillah, ini tentu amanat yang harus dijalankan sebaik-baiknya,” tuturnya.

Ia sebenarnya tak mengira akan dipanggil SBY. Pada detik-detik terakhir, ketika dipanggil ke Bina Graha, Rabu pekan lalu, ia baru yakin terpilih. Memang, ia pernah diminta menyerahkan curriculum vitae-nya ke Cikeas pada akhir Oktober. Tapi peluangnya seperti pupus karena ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beristirahat di Istana Cipanas, Jawa Barat, Yani tak termasuk yang diajak.

Di Cipanas, Jumat-Sabtu dua pekan lalu, seraya rehat bersama keluarga, Presiden ternyata memanggil sejumlah nama yang bakal mengisi pos staf khusus. Tak berbeda jauh dari pola rekrutmen menteri, SBY menggelar ”audisi” didampingi Wakil Presiden Boediono.

Di antara yang hadir ada Heru Lelono, Dino Patti Djalal, Sardan Marbun, Irvan Edison, dan Kurdi Mustofa. Mereka staf khusus presiden periode 2004-2009. Staf khusus bidang hukum, Denny Indrayana, juga dipanggil, tapi tak datang karena masih mengurusi Tim Delapan, tim verifikasi kasus Bibit-Chandra.

Ada pula Daniel Sparringa, Julian Aldrin Pasha, Velix Vernando Wanggai, dan Andi Arief. Sejak saat itu nama-nama inilah yang santer disebut sebagai calon staf khusus presiden. ”Tapi pada saat itu tidak ada kejelasan apakah benar-benar akan ditunjuk dan di posisi apa,” kata Heru Lelono.

l l l

HARI pertama kerja, Kamis pekan lalu, para staf khusus menandatangani pakta integritas dan kontrak kinerja, sesuatu yang baru disyaratkan bagi staf khusus. ”Sebelumnya tidak ada,” kata Dino Patti Djalal. Sehari kemudian, keputusan presiden mengenai pengangkatan mereka keluar.

Presiden mengangkat sepuluh anggota staf khusus—empat di ­antaranya muka ­la­ma—termasuk juru bicara presiden, dan­ seorang sekretaris pribadi presiden. Mereka adalah Dino Patti Djalal (staf khusus bidang hubungan internasional sekaligus juru bicara bidang luar negeri), Denny ­Indrayana (bidang hukum, hak asasi manusia, dan pemberantasan korupsi dan nepotisme).

Kemudian Julian Aldrin Pasha (juru bicara bidang dalam negeri), Heru Lelono (staf khusus bidang informasi), Da­niel Theodore Sparringa (bidang komunikasi politik), Jusuf Jangkar, (bidang pangan dan energi), Velix Vernando Wanggai (bidang pembangunan da­erah dan otonomi daerah), dan Andi Arief (bidang bantuan sosial dan bencana).

Dari kalangan militer: Mayor Jenderal TNI (Purn.) Sardan Marbun (staf khusus bidang komunikasi sosial), Kolonel Ahmad Yani Basuki, dan Kolonel Edwin Prabowo, sekretaris pribadi presiden. Total ada 12 pos staf khusus. Satu lagi, staf khusus yang menangani isu pemanasan global, sedang dicari orangnya.

Dari nama-nama itu, Dino Patti Djalal, Denny Indrayana, Heru Lelono, dan Sardan Marbun merupakan staf lama yang masih dipertahankan. Andi Mallarangeng telah diangkat menjadi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Mayor Jenderal (Purn.) Djali Yusuf dan Mayor Jenderal (Purn.) Irvan Edison, kata sumber Tempo, tak dipakai lagi.

Kurdi Mustofa, yang masih perwira aktif, dikembalikan ke Markas Besar TNI. ”Pak Kurdi dari bintang satu naik bintang dua, jadi staf ahli panglima TNI,” kata sumber Tempo. Posisi Dino Patti Djalal memang tetap. Tapi, mantan Direktur Amerika Utara dan Amerika Tengah Departemen Luar Negeri ini disebut-sebut akan dikirim ke Washington, DC, sebagai duta besar untuk Amerika Serikat.

Rencananya, pada Februari-Maret­ 2010, Dino akan menempati pos baru­nya. Tapi sampai sekarang belum dite­mu­kan penggantinya. Nama yang san­ter­ beredar adalah juru bicara Menteri ­Luar Negeri, Teuku Faizasyah, dan wa­­kil ketua dewan pakar tim kampanye ­nasional SBY-Boediono, Bara Hasi­buan.

Melihat komposisi staf khusus ini, muka-muka lama dari kalangan militer akan diganti dengan wajah intelektual muda. Pengganti dari kalangan militer pun, yakni Kolonel Ahmad Yani Basuki, bisa digolongkan sebagai tentara pemikir. Yani, 53 tahun, adalah doktor bidang sosiologi militer dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Intelektual muda lain adalah Julian Aldrin Pasha. Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI ini meng­gantikan Andi Alifian Mallarangeng ­sebagai juru bicara bidang dalam negeri. Pria kelahiran Teluk Betung, Lampung, ini dikenal rekan kerjanya di FISIP UI sebagai sosok rajin dan berdisiplin.

Menamatkan strata satu dan master­ ilmu politik di tempatnya mengajar, Julian mengambil doktor ilmu politik di Universitas Hosei, Jepang. Pulang ke Tanah Air pada 2006, ia memimpin program pascasarjana ilmu politik UI, dan­ setahun kemudian menjadi wakil dekan.

Menurut sumber Tempo, nama Julian disodorkan oleh Andi Mallarangeng ­untuk menggantikan posisinya. Keluarga mereka dekat sejak dulu. Apalagi Mega, istri Julian, adalah salah satu anggota staf Andi di Istana. ”Sebelum menikah, istri saya sudah lama membantu Andi,” kata Julian. Andi pun disebutnya sebagai mentor. ”Kami banyak diskusi.”

Doktor lulusan Universitas Nasional Australia, Velix Vernando Wanggai, 37 tahun, dipercaya sebagai staf khusus ­bidang pembangunan daerah dan otonomi daerah. Posisi ini pas untuknya, karena anggota staf Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini juga Direktur Eksekutif Institute for Regional Institutions and Networks (IRIAN Institute).

Kepada Tempo, Velix, putra Papua, mengakui ”bersentuhan” dengan SBY pada 2006. Ketika hubungan politik Indonesia-Australia bergejolak—akibat­ sikap Australia memberikan suaka bagi­ warga Papua—Velix, yang menjabat Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Australia, menyampaikan pikiran-pikirannya ke SBY.

Ia pun terlibat dalam pemulangan seba­gian pencari suaka itu ke Tanah Air. ”Itu membuka komunikasi saya dengan Pak SBY,” kata Velix. Selanjutnya ia masuk tim perumus inpres percepat­an pembangunan Papua yang dibentuk SBY.

Daniel Theodore Sparringa, peng­amat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, tentu tak asing lagi. Pria kelahiran 25 Juni 1959 ini, menurut sumber Tempo di Universitas Airlangga, telah lama punya kedekatan khusus dengan SBY. ”Komunikasi mereka sudah lama dan langsung,” katanya.

Dalam pemilihan presiden 2004, SBY sering meminta pendapat Daniel. Doktor sosiologi komunikasi politik lulusan Australia ini menguasai pernak-pernik bahasa tubuh. ”Saya yakin SBY belajar bahasa tubuh dari Daniel.”

Pada 2004, masih menurut sumber Tempo, SBY sebetulnya menawari Daniel masuk kabinet. Tapi ia menolak. Kepada Tempo, Daniel mengakui tawaran itu. Tapi, pada saat itu ia masih dalam komitmen menjaga jarak dengan kekuasaan, setidaknya selama sepuluh tahun pertama reformasi.

Jarak itu, katanya, diperlukan untuk menilai berjalan-tidaknya reformasi. ”Sekarang sudah lebih dari sepuluh tahun sejak 1998,” kata Daniel. ”Sekarang saya ingin pamit kepada publik, untuk tidak lagi menyandang status pengamat yang berjarak dengan kekuasaan.”

Agus Supriyanto, Sunudyantoro

Nov 8, 2009

New Deal for Papua


Minggu, 08 November 2009 pukul 01:47:00
Memikirkan Masa Depan Papua

Buku New Deal for Papua ini berisi pikiran dari putra asli Papua, yaitu Velix Vernando Wanggai. Sebagai putra daerah, Velix sangat peduli terhadap nasib kampung halamannya yang hingga kini masih terjadi letupan-letupan. Padahal, keistimewaan telah diberikan sejak tujuh tahun lalu.Apa kabar otonomi khusus Papua? Ketika UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua diketok di DPR, semua mata menaruh harapan besar. Angin segar bagi masyarakat di Papua. Hak-hak dasar rakyat Papua bisa didapatkan dengan mudah. Konflik yang tak pernah berakhir bagaikan benang kusut akan terurai dengan rapi. Semua berharap, undang-undang ini bisa mengubah menjadikan Papua sebagai provinsi kaya, dan masyarakatnya pun makmur.Tujuh tahun berlalu. Nasib UU ini tak jelas. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Komarudin Watubun, mempertanyakan keseriusan Jakarta yang hingga kini tidak pernah melakukan evaluasi UU Otsus. Undang-undang ini hanya sampai level atas tidak menurun sampai ke bawah. ''Ketiadaan proses evaluasi ini menyebabkan kita tidak mengetahui sejauh mana manfaat dari undang-undang tersebut bagi kesejahteraan rakyat Papua.

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...