Jun 28, 2010

Jawa bagian Selatan Tertinggal dari Pantura

Senin, 28 Juni 2010 , 04:47:00

JAKARTA - Pembangunan kabupaten-kabupaten di Jawa bagian selatan masih tertinggal dibandingkan kawasan pantai utara. Untuk itu para pejabat Bappeda di daerah Jawa bagian selatan (Jasel) akan dikumpulkan di Jogjakarta hari ini (28/6), untuk membahas dan memfokuskan rencana pembangunan masing-masing.

"Wilayah Jasel yang terbentang dari Pandelang (Banten) sampai Banyuwangi (Jawa Timur) selama ini relatif tertinggal dari segi infrastruktur. Misalnya saja, jalan antar kabupaten di Jasel ada yang terputus atau dalam keadaan kurang memadai," kata staf khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai dalam siaran persnya kemarin (27/6).

Selain tertinggal di bidang infrastruktur, wilayah Jawa bagian selatan juga belum maksimal dalam mengelola sumber daya alam. Pembangunan sumber daya manusia di wilayah tersebut juga masih lambat. Hal itu terlihat dari indeks pembangunan manusia yang masih di bawah rata-rata kawasan Jawa bagian utara.

Padahal, menurut Velix, wilayah Jawa bagian Selatan memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Seperti, pertanian, perikanan, dan pariwisata. Menurut Velix, kawasan selatan Jawa perlu memiliki rencana pembangunan yang terpadu di semua sektor. "Harus ada sinergi antar provinsi dan antar kabupaten, sehingga pembangunan dapat berjalan efektif dan efisien," katanya.

Velix mengatakan, kawasan Jasel perlu memiliki rencana pembangunan yang terpadu di semua sektor. Juga, perlu ada sinergi antarprovinsi dan antarkabupaten. Sehingga, pembangunan dapat berjalan efektif dan efisien.

Pemerintah saat ini tengah mencari model pembangunan yang ideal bagi kawasan tersebut. "Kami masih terus menyempurnakannya, dengan meminta masukan dari pemangku kepentingan di wilayah Jasel," kata Velix. Kawasan Jawa bagian selatan saat ini didiami sekitar 27 juta penduduk yang tersebar di 22 kabupaten. (sof)

Jasel Perlu Rencana Pembangunan Terpadu


2010-06-28 12:31:22

Politikindonesia - Kawasan Jawa Selatan (Jasel) memiliki potensi yang tidak kalah dengan kawasan Pantura. Karena itu, kawasan Jasel perlu memiliki rencana pembangunan terpadu dari semua sektor untuk mengejar ketertinggalan mereka.

Demikian agenda pembicaraan Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah (SKP Bangda dan Otda) Velix Wanggai saat bertemu Sri Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Jogjakarta dan GRAy Koes Moertiyah di Keraton Surakarta, kemarin.

Pertemuan itu memang digelar mengagendakan pembahasan rencana pembangunan masing-masing Provinsi untuk kawasan Jawa Selatan (Jasel). Kawasan itu, selama ini dinilai tertinggal dibandingan kawasan pantai utara (Pantura).

"Pengaruh sosio-kultural dua keraton tersebut di kabupaten-kabupaten Jasel yang masuk Provinsi Jawa Tengah, DIY dan sebagian Jawa Timur, masih terasa dominan. Karena itu, kami meminta pandangan-pandangan Keraton sebagai masukan penting untuk mengembangkan Jasel," kata Velix Wanggai kepada politikindonesia.com, Senin (28/06).

Menurut Velix, harus ada sinergi antarprovinsi dan antarkabupaten, sehingga pembangunan dapat berjalan efektif dan efisien. Forum pertemuan Bappeda se-Jawa diharapkan dapat menelurkan kesepakatan-kesepakatan mengenai sinergi antardaerah, serta pembentukan Pokja (Kelompok Kerja) yang akan mengawal percepatan pembangunan kawasan Jasel.

"Terkait dengan model pembangunan ideal bagi Jawa Selatan, kami masih terus menyempurnakannya, dengan meminta masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders) di wilayah Jasel," tandas Velix.

Bertemu Bappeda

Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah (SKP Bangda dan Otda) Velix Wanggai mengumpulkan para pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi se-Jawa di Istana Presiden Jogjakarta, Senin (28/06).

Pertemuan mengagendakan pembahasan rencana pembangunan masing-masing Provinsi kawasan Jawa Selatan yang selama ini dinilai tertinggal dibandingan kawasan pantai utara Jawa. Velix menggelar pertemuan menindaklanjuti arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kawasan Jasel didiami sekitar 27 juta penduduk, yang tersebar di 22 kabupaten. Banyak potensi sumberdaya alam di wilayah ini belum tergarap dengan baik karena persoalan ketersediaan infrastruktur dan kesiapan sumberdaya manusia.

Wilayah Jasel terbentang dari Pandelang (Banten) sampai Banyuwangi (Jawa Timur) selama ini relatif tertinggal dari segi infrastruktur. Misalnya saja, jalan antar kabupaten di Jasel ada yang terputus atau dalam keadaan kurang memadai.

Kesiapan sumberdaya manusia di kabupaten-kabupaten itu, yang dicerminkan dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga masih di bawah rata-rata IPM di kabupaten-kabupaten Jawa bagian utara. Padahal, wilayah Jasel memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif, seperti pertanian, perikanan dan pariwisata.

Kawasan Jasel dinilai perlu memiliki rencana pembangunan yang terpadu dari semua sektor. Harus ada sinergi antarprovinsi dan antarkabupaten, sehingga pembangunan dapat berjalan efektif dan efisien. Forum pertemuan Bappeda se-Jawa diharapkan dapat menelurkan kesepakatan-kesepakatan mengenai sinergi antardaerah, serta pembentukan Pokja (Kelompok Kerja) yang akan mengawal percepatan pembangunan kawasan Jasel.
(aan/na)

Istana Ingin Genjot Jawa Bagian Selatan

Hari ini, Bappeda se-Jawa dikumpulkan di Yogyakarta, bahas pembangunan Jawa selatan

Arfi Bambani Amri
Senin, 28 Juni 2010, 09:27 WIB

http://nasional.vivanews.com/news/read/160700-istana-ingin-genjot-jawa-selatan

VIVAnews – Opini yang berkembang, Jawa merupakan pulau paling berkembang di Indonesia. Namun perkembangan ini, menurut Istana, tidak merata antara bagian utara dan selatan.

Menyikapi keadaan ini, Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah (SKP Bangda dan Otda) Velix Wanggai mengumpulkan para pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi se-Jawa di Istana Presiden, Yogyakarta, hari ini, Senin 28 Juni 2010. Pertemuan sehari tersebut mengagendakan pembahasan rencana pembangunan masing-masing Provinsi untuk kawasan Jawa selatan, yang selama ini dinilai tertinggal dibandingkan kawasan pantai utara Jawa.

Saat ini, kawasan Jawa selatan didiami sekitar 27 juta penduduk, yang tersebar di 22 kabupaten. Banyak potensi sumberdaya alam di wilayah ini belum tergarap dengan baik karena persoalan ketersediaan infrastruktur dan kesiapan sumberdaya manusia.

“Wilayah Jawa selatan yang terbentang dari Pandelang (Banten) sampai Banyuwangi (Jawa Timur) selama ini relatif tertinggal dari segi infrastruktur. Misalnya saja, jalan antar kabupaten di Jawa selatan ada yang terputus atau dalam keadaan kurang memadai,” kata Velix secara tertulis ke VIVAnews.

Di samping itu, kesiapan sumberdaya manusia di kabupaten-kabupaten tersebut, yang dicerminkan dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga masih berada di bawah rata-rata IPM di kabupaten-kabupaten Jawa bagian utara. “Padahal, wilayah Jawa selatan memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif, seperti seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata,” kata Velix Wanggai.

Karena itu, kawasan Jawa selatan dinilai perlu memiliki rencana pembangunan yang terpadu dari semua sektor. Harus ada sinergi antar provinsi dan antar kabupaten, sehingga pembangunan dapat berjalan efektif dan efisien.Forum pertemuan Bappeda se-Jawa diharapkan dapat menelurkan kesepakatan-kesepakatan mengenai sinergi antardaerah, serta pembentukan Pokja (Kelompok Kerja) yang akan mengawal percepatan pembangunan kawasan Jawa selatan.

“Terkait dengan model pembangunan yang ideal bagi Jawa selatan, kami masih terus menyempurnakannya, dengan meminta masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders) di wilayah Jawa selatan,” ujar Velix.

Kemarin, misalnya, dalam dua kesempatan terpisah, Velix bertemu dengan Sultan Hamengkubuwono X di Keraton Jogjakarta dan GRAy Koes Moertiyah di Keraton Surakarta. “Pengaruh sosio-kultural dua keraton tersebut di kabupaten-kabupaten Jasel yang masuk Provinsi Jawa Tengah, DIY dan sebagian Jawa Timur, masih terasa dominan. Karena itu, kami meminta pandangan-pandangan Keraton sebagai masukan penting untuk mengembangkan Jasel,” kata Velix.
• VIVAnews


Jun 27, 2010

Wacana Pengembalian Daerah Istimewa Surakarta kembali Didesak

Minggu, 27 Juni 2010 21:14 WIB
Penulis : Widjajadi

SOLO--MI: Wacana pengembalian kawasan eks karesidenan Surakarta menjadi Daerah Istimewa Surakarta ( DIS )semakin menggelinding kencang seiring turunnya Staf Khusus Kepresidenan Bidang Pemerintah Daerah dan Otonomi Velix V Wanggai turun ke Solo, Minggu (27/6).

Kedatangan Velix untuk menyerap aspirasi langsung dari masyarakat melalui sarasehan nasional yang digelar Kelompok Studi Masyarakat yang menyebut diri sebagai Badan Persiapan Pengembalian Status Daerah Istimewa Surakarta (BPPSDIS). Dari forum sarasehan yang digelar di gedung Sasono Hondrowino Keraton Surakarta itu terungkap bahwa sejak dideklarasikannya BPPSDIS di Yogjakarta pada 15 Desember 2009, berbagai kajian telah dilakukan secara matang.

Kini tinggal menunjukkan kemauan pemerintah pusat untuk menyetujui pengembalian 6 wilayah kabupaten dan 1 kota di eks karesidenan ini menjadi DIS. "Kami melihat spirit untuk menuju ke arah pengembalian DIS atau menjadi provinsi sudah mencapai 50 persen. Dan secara makro politik, permintaan itu wajar. Karena berbagai kajian dan legal historinya sudah sedemikian rupa, maka perlu adanya kesepakatan dan rekomendasi dari seluruh pemerintah daerah di wilayah ini. Nantinya disetujui oleh DPRD dan Gubernur Jateng. Tentu masukan yang saya peroleh di sini akan saya sampaikan kepada Presiden," ungkap Velix Wanggai.

Yang jelas, menurut Ketua BPPSDIS Imam Samroni, pihaknya telah menyiapkan naskah akademik, kajian hukum dan rancangan undang-undang (RUU) DIS. Kajian yuridis DIS yakni Pasal 18 UUD 1945, Piagam Kedudukan Presiden RI kepada Sri Soesoehoenan PB XII tanggal 19 Agustus 1945, Maklumat Soesoehoenan PB XII tanggal 1 September 1945 tentang Pernyataan Berdiri di Belakang RI dan Surakarta sebagai daerah istimewa, UU Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah yang mengecualikan pembentukan KNID di DIS dan DIY, serta Penetapan Pemerintah (PP) Nomor 16/SD/Tahoen 1946 tentang Pemerintah di DIS dan DIY.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR ) Wandansari yang akrab di panggil sebagai Gusti Moertijah menambahkan, sifat istimewa dari Daerah Surakarta tak mungkin dapat dihapuskan karena ketentuan itu ada dalam Pasal 18 UUD 1945. "Adanya kesadaran bahwa persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap ditegakkan. Juga adanya Piagam kedudukan dari Presiden Republik Indonesia kepada Susuhunan Paku Buwono XII sebagai kepala Daerah Istimewa Surakarta yang diberikan melalui Menteri Negara Mr. Sartono," imbuh putri mendiang PB XII yang kini duduk di Komisi II DPR RI itu.

Sayang, lanjut politikus Partai Demokrat ini, sampai sekarang janji pemerintah pusat menerbitkan undang-undang untuk Daerah Istimewa Surakarta sebagaimana tercermin dari Penetapan Pemerintah Nomor 16/SD tahun 1946 belum pernah direalisasikan. Apa pun, janji itu merupakan utang pemerintah kepada Daerah Surakarta yang punya sifat istimewa.

Saat ini sosialisasi DIS sudah mendapatkan berbagai tanggapan positif dari sejumlah bupati di wilayah ini. Seperti diungkap guru besar manajemen lintas budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof Dr Andrik Purwasito, yang menjadi moderator saresehan nasional, bahwa sejumlah bupati mendukung jika memang nantinya diperlukan rekomendasi untuk terbentuknya DIS.

"Bupati Wonogiri Begug Poernomosidi setuju dan siap mendeklarasikan, Wali Kota Solo Joko Widodo belum menyatakan secara tegas meski tidak menolak, sedang Bupat Karanganyar Rina Iriani juga siap memberikan dukungannya. Jadi menjadi tugas anda (Velix) untuk meyakinkan Presiden SBY agar bisa mempercepat pengembalian DIS. Ingat dua presiden sebelumnya, yakni Gus Dur dan Megawati, telah mengawal terbentuknya sejumlah provinsi baru. Nah, sekarang tinggal kesempatan SBY," tandasnya yang disambut tepuk tangan meriah ratusan peserta sarasehan bertajuk Sarasehan Nasional Otonomi Daerah dan Pengembangan Potensi Wilayah Jawa Selatan.

Wanggai yang didesak menyatakan bahwa aspirasi yang berkembang itu tentu menjadi catatannya untuk disampaikan kepada Presiden. "Sekarang ini juga menjadi tugas Gusti Mung untuk mendorong DPR RI untuk membahasnya. Sebab seperti saya bilang tadi, dari berbagai kajian dan aspek administrasi, fisik dan teknik sudah sedemikian rupa. Lebih dari itu, dalam lima tahun ke depan ini, pemerintah terus berupaya mempercepat pembangunan melalui pendekatan kewilayahan," tegasnya. (WJ/OL-5)

Jun 11, 2010

Pengaruh Politik dalam Birokrasi harus Dibatasi

JPNN - Padang Today

">klik untuk melihat foto
Gamawan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi punya pemikiran sendiri tentang penilaian beberapa lembaga survey yang menganggap bahwa reformasi birokasi Indonesia mengalami kegagalan. Dirinya menganggap bahwa campur tangan politik dalam birokrasi masih kental terutama pada pemerintahan daerah.

"Sistem yang kita bangun tidak bisa menghindar dari hal itu. Sebab partai politik menjadi kendaraan bagi kepala daerah. Karena kendaraan itu dipakai, tentu ada kompensasi," urai Gamawan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (11/6). Menurutnya, budayaa itu haruslah diubah kerena memang sudah tidak diperlukan lagi.

Seharusnya, lanjut dia, partai politik yang menang dalam pemilukada harus berterima kasih kepada sosok yang diusungnya karena harkat partainya sudah terangkat. Cukup itu saja. Jangan sampai setelah itu, menagih bagaimana partisipasi partaianya dalam birokasi. Dirinya berharap, tidak perlu lagi bagaimana seorang kepala daerah harus soan dan partisipasi ke partai.

"Yang ideal, partai poltik yang menang mengatakan, kami telah perjuangkan lahirnya seorang pemimpin yang ideal, silahkan dimanfaatkan oleh masyarakat dan kami menarik diri untuk tidak lagi mendesak kepala daerah serta tidak akan mencampuri," terang mantan Gubernur Sumatera Barat. "Itu yang ideal dan disitulah tingkat keberhasilan parpol," imbuhnya dengan nada tegas.

Apakah itu harus diatur dalam undang-undang lengkap dengan sanksinya?"Ah kalau itu terlalu berlebihan," jawabnya. Gamawan lalu menerangkan, di negara Jepang, Jerman dan beberapa negara Eropa ternyata tidak semua juga harus pakai sanksi. Tapi bagaimana harus membangun kesadaran itu. Dirinya juga menyatakan, tidak perlu terlalu berorientasi pada sanksi. Namun yang lebih penting adalah membangun kesadaran itu sendiri.

Sementara itu Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah Felix Wanggai mengatakan ada dua aspek dalam permasalahan pengaruh politik dalam birokrasi. Menurutnya yang pertama harus ada perubahan struktural yang menata regulasi terkait hubungan politik dengan birokrasi. "Contohnya antara partai politik dengan birokrasi dalam hal pelayanan publik. Kemudian kewenangan antara otoritas politik dengan kewenangan birokrasi, misalnya melalui kepala daerah," terangnya.

Selanjutnya, yang ke dua, dari sisi kerangka anggaran. Felix menerangkan, seberapa besar pengaruh dari politik misalnya legislative mempengaruhi proses penganggaran yang bersifat administrasi atau teknokrasi. Karena, pelayan publik pada akhirnya akan lari ke kerangka anggaran." "Seberapa besar anggaran itu di desain untuk diberikan ke pendidikan, kesehatan, pemukiman, sanitasi, itu semua kan masalahnya ada pada kerangka anggaran," terangnya. (kuh)

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...