Dec 22, 2011

Memotret Kebijakan Sosial Kita

Jurnal Nasional | Kamis, 22 Dec 2011

Oleh : Velix Wanggai

Pembangunan yang inklusif adalah salah satu cita-cita kita bersama. Kesejahteraan, demokrasi, dan keadilan harus berjalan seiring, seirama, dan saling terkait antara satu aspek dengan aspek lainnya. Perubahan politik yang lebih demokratis misalnya, haruslah memberikan makna bagi hadirnya kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Muara akhirnya adalah keadilan sosial.

Desentralisasi dan otonomi daerah sebagai bagian dari demokrasi, didesain untuk memuliakan manusia Indonesia yang tersebar di berbagai pelosok, di ujung-ujung kampung di Republik ini. Hal inilah yang ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dalam berbagai kesempatan, dimana ‘welfare, democracy and justice' adalah cita-cita kolektif kita.

Untuk mewujudkan janji kemerdekaan 1945 ini, salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah mengkonsolidasi kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Namun, Presiden SBY menganggap bahwa upaya MP3EI belumlah cukup. Karena itu, Presiden ingin menempatkan kebijakan sosial yang terpadu (integrated social policy) yang lebih bermakna bagi kebutuhan masyarakat marjinal, baik mereka yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.

Untuk kurun waktu 2009-2014, kebijakan sosial kita diarahkan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana yang terlihat pada indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG) yang didukung oleh pertumbuhan penduduk yang seimbang; serta makin kuatnya jati diri dan karakter bangsa.

Sasaran tersebut ditentukan oleh terkendalinya pertumbuhan penduduk, meningkatnya umur harapan hidup (UHH), meningkatnya rata-rata lama sekolah dan menurunnya angka buta aksara, meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan dan anak, serta meningkatnya jati diri bangsa. Dalam konteks kebijakan sosial ini, kita berupaya untuk mengurangi berbagai kesenjangan, yaitu antarwilayah, antartingkat sosial ekonomi dan gender.

Misalnya di kebijakan kesehatan, kita berupaya untuk memperluas akses rakyat dalam pelayanan kesehatan yang layak dan mengurangi kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antarwilayah, gender, dan antartingkat sosial ekonomi. Di sinilah pentingnya pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok miskin dan daerah yang tertinggal; pengalokasian sumber daya yang lebih memihak kepada kelompok miskin dan daerah tertinggal; pengembangan instrumen untuk memonitor kesenjangan antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi; peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang tertinggal; pendekatan pembangunan kesehatan berdimensi wilayah; dan penanggulangan daerah bermasalah kesehatan (PDBK).

Perhatian terhadap masyarakat marjinal juga dilakukan pada kebijakan pendidikan. Peningkatan akses, kualitas dan relevansi pendidikan ditujukan untuk terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan kemandirian bangsa yang kuat.

Dengan tantangan yang ada hari-hari ini dan masa mendatang, kita harapkan kebijakan sosial yang tepat dapat menumbuhkan karakter bangsa. Nilai-nilai sportivitas, sikap saling menghargai, kerja sama, kemandirian, kreatif, dan inovatif (soft skills), jiwa kewirausahaan, serta toleransi merupakan tujuan mulia yang harus kita hadirkan melalui kebijakan sosial yang tepat. Struktur baru yang kita bangun beberapa tahun terakhir ini, haruslah diimbangi oleh wajah kultur masyarakat yang arif, bijaksana, dan toleran.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...