Jun 19, 2013

Mengenai Otsus Plus Rakyat Papua Harus Berpikir Positif

Rabu, 19 Jun 2013 23:14


Velix WanggaiJAKARTA - Staf Khusus Ahli Presiden Susilo Bambang Yudhono, Velix Wanggai, mengatakan, Otsus Plus atau Otsus yang diperluas ini sebetulnya kita semua harus melihat dalam skop khusus adalah proses yang berjalan normal didalam perubahan kebijakan pemerintahan.

Sehingga kita tidak bisa melihat UU No 21 Tahun 2001 sebagai sebuah undang-undang yang kaku, statis yang tidak bisa menyesuaikan dengan situasi konteks hari ini, konteks kekinian, dan juga konteks tantangan-tantangan yang atau peluang di masa mendatang, tetap kita harus menempatkan UU No 21 Tahun 2001 sebagai sebuah kebijakan yang dapat diubah, disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan Papua, pengelolaan politik lokal di Papua, dan kewenangan-kewenangan di Papua, serta menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan sektoral, kebijakan kementrian dan lembaga yang memiliki UU tersendiri yang disebut UU sektoral.

“Kan sejak 2001-2013 ini banyak hadir puluhan UU sektoral yang juga harus disesuaikan dalam konteks Papua. Ini harus kita melihat bahwa perubahan UU 21 ini bagian dari Police Changes dan itu wajar karena terjadi diman saja,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Istana Negara Kepresidenan RI beberapa hari lalu.

Perubahan UU No 21 Tahun 2001 ini kita harus tempatkan menjadi sebuah perubahan yang harus memiliki beberapa nilai. Diantaranya, pertama, nilai percepatan pembangunan di Tanah Papua. Kedua, UU ini harus mengangkat harkat dan martabat serta identitas orang asli Papua. Ketiga, UU harus memiliki konteks politik yang bersifat rekonsiliasi, memiliki nilai perdamaian bagi semua.
“Itu sebetulnya harapan perubahan itu, tentu Presiden SBY juga menyampaikan bahwa UU ini ditujukan bagi kemualiaan orang Papua. Ini bahasa yang perlu rakyat Papua melihat hal itu dengan baik. Untuk itu sekarang bagaimana orang Papua bisa memaknai pandangan Presiden SBY tersebut yang sebagai kepala pemerintahan, kepala Negara dan Panglima Tertinggi RI,” tukasnya.

Baginya,selain itu UU ini harus mempunyai nilai rekoknisi atau pengakuan terhadap hak-hak orang asli Papua. Juga nilai reprensetatif, yakni, orang Papua bisa terwakili dimana saja berada dalam sektor pembangunan baik secara lokal daerah maupun nasional, seperti di dunia usaha, politik, birokrasi dan lain sebagainya.

Bukan itu saja, UU ini juga harus memiliki nilai redetribusi, maksudnya bahwa kewenangan yang ada di Pemerintah Pusat, juga harus didistribusikan ke Pemerintah Daerah, baik dibidang pembangunan fisik/non fisik  maupun pembagian keuangan yang adil bagi Papua. Disamping itu pula, UU ini harus memiliki nilai reorientasi, dalam hal reorientasi pembangunan yang selama ini yang mungkin tidak sesuai dengan konteks Papua.

Lanjutnya, UU 21 pada pasal 77 memberikan peluang untuk dilakukan perubahan, dan perubahan itu dari rakyat Papua yang diusulkan melalui DPRP dan MRP, yang sebelumnya dilakukan evaluasi yang komprehensif, yang disambut baik oleh Gubernur Papua untuk memprioritaskan evaluasi pelaksanaan Otsus di Papua, yang dilakukan oleh Universitas Cenderawasih Jayapura dari sisi akademiknya, dan dalam konteks politik yang dievaluasi oleh DPRP, serta konteks kultural dilakukan oleh MRP. Dari evaluasi menyeluruh ini akan dilihat mana yang baik dilanjutkan, mana yang kurang baik dilakukan penyesuaian baik desainnya ataupun penyesuaian kegiatannya, dan tentunya agenda-agenda penting yang perlu dimasukan didalam UU Otsus Plus itu.

 “Kami dengar Gubernur Papua membentuk tim asistensi daerah. Kami lebih pada tim asistensi pusat untuk membantu Gubernur Papua dalam aspek-aspek kebijakan sektoral yang apakah cocok di Papua yang disesuaikan dengan Otsus Plus itu,” tandasnya.

Soal jangan sampai Otsus Plus ini adalah keinginan orang Jakarta, Velix Wanggai menandaskan, Otsus Plus tersebut tetap datang dari rakyat Papua mulai dari substansi perubahannya dan prosesnya. Karena pada pertemuan Gubernur Papua dengan Presiden SBY pada 29 April 2013 lalu Presiden SBY sampaikan bahwa  substansi Otsus Plus diberikan kepada rakyat Papua untuk merumuskan apa yang dirasakan oleh rakyat Papua. Presiden SBY dalam hal ini telah membuka pintu untuk sudah saatnya dilakukan evaluasi terhadap Otsus dan saatnya memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Papua.

 “Sama halnya Tahun 1999 melalui MPR memberikan putusan politik memutuskan diatur, dikelola UU Otsus bagi Papua. Itu landasan hukum saat itu. Dan ini sama terjadi dengan keputusan Presiden SBY sekarang ini mengenai Otsus plus itu,” pungkas.(nls/achi/l03)

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...