Nov 11, 2010

Kebijakan Pemerintah Pusat Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Daerah Kepulauan

(Sambutan Disampaikan dalam Dialog Nasional “Membangun Daerah Kepulauan Menuju Kejayaan Bangsa Indonesia”, di Universitas Pattimura, Ambon, 11 November 2010)


Yang terhormat Bapak Gubernur Maluku,

Yang terhormat Bapak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku,

Yang terhormat Bapak Rektor beserta segenap civitas academica Universitas Pattimura,

Yang terhormat Para tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh adat,

Yang terhormat Pengurus IKAPELAMAKU selaku penyelenggara kegiatan Dialog

Nasional “Membangun Daerah Kepulauan Menuju Kejayaan Bangsa Indonesia”,

Serta segenap pelajar dan mahasiswa Universitas Pattimura yang kami kasihi,


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu,

Syalom, dan salam sejahtera untuk kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan ijin-Nya kita semua masih diberikan kesempatan untuk bersama berkumpul di Auditorium Rektor Universitas Pattimura pada kesempatan yang baik hari ini. Perkenankan saya mengucapkan terimakasih kepada pengurus Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Maluku-Yogyakarta (IKPELAMAKU) atas undangan sebagai narasumber dalam acara dialog nasional “Membangun Daerah Kepulauan Menuju Kejayaan Bangsa Indonesia”.


Kami merasa berbahagia dan merasakan ini sebagai suatu kehormatan bagi kami untuk hadir menyampaikan materi tentang kebijakan Pemerintah Pusat dalam rangka mendukung pembangunan daerah kepulauan sebagaimana yang dimintakan oleh panitia penyelenggara. Pada kesempatan yang baik ini saya juga ingin mengucapkan selamat atas penetapan Dr. J. Leimena, salah satu putra terbaik bangsa, yang telah ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pahlawan nasional. Penetapan Dr. J. Leimena sebagai pahlawan nasional atas jasa-jasanya merupakan salah satu bukti pengabdian, jasa dan kecemerlangan prestasi putra Maluku di pentas sejarah politik nasional yang menjadi kebanggan kita semua. Dr J. Leimena merupakan salah seorang anak bangsa yang paling banyak menjabat sebagai menteri, yakni sebanyak 18 kali selama 20 tahun sejak 1946 sampai 1966, dan paling sering ditugaskan (sebanyak 7 kali) sebagai Pejabat Presiden oleh Presiden Sukarno jika melakukan lawatan tugas ke luar negeri. Semoga jasa kepahlawanan dan prestasi yang telah ditorehkan dalam sejarah perjuangan bangsa menjadi inspirasi bagi kaum muda Maluku dan seluruh bangsa Indonesia untuk meneladani jasa-jasa dan teladan yang telah ditorehkan dalam mempertahankan keberadaan bangsa dan negara Indonesia.


Bapak Gubernur Maluku, Bapak Ketua DPRD Provinsi Maluku, Para Muspida, Bapak Rektor Unpatti,

para mahasiswa dan hadirin yang berbahagia.


Sebagaimana kita maklumi bersama, reformasi pembangunan nasional telah membawa perubahan pada pendekatan kebijakan pembangunan nasional yang semula cenderung continental-based approach menjadi marine-based approach. Dalam tata kelola pemerintahan kita, pergeseran pendekatan kebijakan ini telah diwujudkan melalui dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut (DEL) sejak 1999 pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang saat ini berganti menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan.


Wilayah Indonesia sebagaimana yang dideklarasikan pada 13 Desember 1957 dan diterima menjadi bagian dari hukum laut internasional (The United Nations Convention on the Law of the Sea, UNCLOS, 1982), menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut terluas, jumlah pulau terbanyak, dan pantai terpanjang kedua di dunia. Letak geografis Indonesia yang berada di khatulistiwa serta diantara dua benua dan dua samudera sangat strategis bagi hubungan antarbangsa dan antara Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Wilayah Indonesia yang demikian itu sangat penting untuk disadari, karena merupakan kekuatan sekaligus kelemahan, dan memberikan peluang serta ancaman yang menjadi basis bagi kebijakan pembangunan di berbagai bidang.


Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 buah dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kawasan pesisir dan lautan yang dinamis juga mengandung potensi bagi pengembangan berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri, pemukiman, konservasi. Sumbangan sumber daya kelautan terhadap perekonomian nasional cukup besar, yang merupakan urutan kedua setelah jasa-jasa. Untuk itu potensi kelautan yang ada perlu dioptimalkan dengan memanfaatkan sumber daya kelautan yang meliputi wilayah laut teritorial sampai dengan 200 mil dan hak pengelolaan di wilayah laut lepas yang jaraknya lebih dari 200 mil, mendayagunakan sumberdaya kelautan untuk perhubungan laut, perikanan, pariwisata, pertambangan, industri maritim, bangunan laut, dan jasa kelautan.


Dengan demikian, kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan sektor andalan pembangunan yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Untuk itu, tentu saja pembangunan kelautan memerlukan dukungan politik dan pemihakan yang nyata dari seluruh pemangku kepentingan. Namun, disisi lain, dari berbagai potensi kelautan yang ada, juga terdapat tantangan dalam pengelolaan sektor tersebut. Salah satu tantangan utama pembangunan kelautan yang dihadapi adalah melaksanakan strategi yang tepat guna menghadapi dan mengantisipasi potensi konflik teritorial dengan negara-negara tetangga melalui upaya menindaklanjuti United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982, baik dalam konteks penguatan perlindungan terhadap kedaulatan wilayah dari segi hukum internasional maupun dalam hal pemanfaatan nilai-nilai ekonomi kelautan.


Menyadari arti penting sektor kelautan maka dalam Undang-undang nomor 17 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, menyebutkan salah satu misi pembangunan jangka panjang adalah mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Misi ini dicapai dengan menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secaraterpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan.


Dalam arah kebijakan jangka panjang nasional RPJPN 2005-2025 menyebutkan bahwa dalam 20 tahun ke depan, arah pembangunan yang dituju perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut. Dengan cakupan dan prospek sumber daya kelautan yang sangat luas, maka arah pemanfaatannya harus dilakukan melalui pendekatan multisektor, integratif dan komprehensif agar dapat meminimalisasi konflik dan tetap menjaga kelestariannya. Di samping itu, mengingat kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, maka pendekatan keterpaduan dalam kebijakan dan perencanaan perlu menjadi prasyarat utama dalam menjamin keberlanjutan proses ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada. Selain itu, kebijakan dan pengelolaan pembangunan kelautan harus merupakan keterpaduan antara sektor lautan dan daratan serta menyatu dalam strategi pembangunan nasional sehingga kekuatan darat dan laut dapat dimanfaatkan secara optimal.


Hadirin para peserta dialog nasional yang berbahagia,

Salah satu Misi Presiden Republik Indonesia untuk Pembangunan Nasional Tahun 2009 – 2014, yaitu: “Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang”. Berdasarkan visi dan misi keadilan ini, maka ditetapkan arah kebijakan pembangunan daerah pada masa Kabinet Indonesia bersatu II, yang diantaranya diarahkan untuk pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi dan peluang keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memperhatikan prinsip keberlanjutan dan daya dukung wilayah.


Dalam periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014), pembangunan kewilayahan berbasis kepulauan menjadi salah satu fokus perhatian Kabinet Indonesia Bersatu-II untuk mewujudkan misi keadilan pembangunan dan pembangunan untuk semua (development for all). Dalam periode kedua masa pemerintahan Presiden SBY, sebagaimana digariskan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, kebijakan rencana pembangunan nasional dalam Buku III RPJMN “Pembangunan Berdimensi Kewilayahan: Memperkuat Sinergi Pusat-Daerah dan Antardaerah”, disusun dengan pendekatan kewilayahan berbasis 7 (tujuh) wilayah pulau besar dengan memperhatikan diferensiasi potensi sumberdaya, kebutuhan strategis, dan prioritas kebijakan.


Dalam pembangunan kewilayahan berbasis pulau-pulau besar ini, pemerintah merumuskan strategi dan arah kebijakan pembangunan kewilayahan, antara lain: a) Mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; dan, b) Meningkatan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; c) Meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah; d) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana; serta, e) Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan. Dalam pembangunan kelautan, melalui pendekatan pembangunan kewilayahan, diarahkan untuk menempatkan wilayah laut sebagai sarana untuk mendorong keterkaitan antarwilayah dengan mengembangkan dan memperkuat rantai produksi dan distribusi komoditas unggulan wilayah khususnya industri berbasis kelautan. Pengembangan wilayah laut juga akan dilakukan melalui pendekatan wilayah terpadu dengan memperhatikan potensi mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri maritim, serta potensi transportasi, teknologi dan menjaga kelestarian ekosistem laut.


Secara kongkrit, dengan mempertimbangkan keterkaitan lintas sektoral maupun keterkaitan antar wilayah, RPJMN 2010-2014 menetapkan 9 (sembilan) wilayah pengembangan laut, yakni: 1) wilayah kelautan Sumatera; 2) wilayah kelautan Malaka; 3) wilayah kelautan Sunda; 4) wilayah kelautan Jawa; 5) wilayah kelautan Natuna; 6) wilayah kelautan Makassar-Buton; 7) wilayah kelautan Banda Maluku; wilayah kelautan Sawu; 9) wilayah kelautan wilayah kelautan Papua. Dari kesembilan wilayah ini, wilayah kelautan Maluku-Banda merupakan salah satu diantara 5 prioritas pengembangan untuk periode 2010-2014.


Hadirin para peserta dialog nasional yang kami hormati,

Dalam melaksanakan pembangunan daerah di era desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah berlandaskan pada dua payung hukum utama yakni, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan pemerintah daerah. Sesuai semangat desentralisasi dan otonomi daerah, kedua payung hukum ini pada dasarnya ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan. Namun, tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kemandirian daerah cukup besar. Bagi daerah-daerah kepulauan yang memiliki karakter yang spesifik tantangan yang dihadapi pemerintah daerah kepulauan dalam menjalankan pembangunan cukup berat. Sehingga tentunya membutuhkan pertimbangan luas wilayah laut sebagai salah satu variabel penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Persoalan saat ini adalah pemerintah dalam memperhitungkan Dana Alokasi Umum pemerintah baru memperhitungklan luas wilayah darat saja. Usulan memasukkan faktor luas lautan dalam penentuan DAU pertama kali diajukan oleh tujuh propinsi yang masuk dalam Forum Kerjasama Pemerintah Daerah Propinsi Kepulauan. Perhitungan dana perimbangan yang hanya memperhitungkan luas wilayah darat dapat memunculkan kesan perlakuan kurang adil karena adanya beban pembinaan wilayah luas wilayah dan tantangan yang lebih kompleks.


Memperhatikan tantangan riil yang dihadapi pemerintah daerah, formulasi alokasi DAU seyogyanya perlu memperhatikan perbedaan karakteristik daerah, tingkat kesulitan, wilayah kepulauan, serta luas wilayah laut baik dalam variabel maupun pembobotan penghitungan DAU. Kemungkinan penyertaan variabel luas laut sebagai bagian daroi formulasi DAU sesungguhnya selaras dengan visi memperkuat dimensi keadilan disemua bidang pembangunan. Dengan demikian, tentunya menjadi wajar jika variabel luas wilayah dalam perhitungan DAU memasukan perhitungan luas wilayah laut.


Selain kebijakan pembangunan kepulauan berbasis wilayah pulau besar yang telah disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, dalam hal pengelolaan pulau-pulau kecil salah satu acuan dalam pengelolaan kepulauan adalah Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2005 mengenai Pengelolaan Pulau-pulau kecil terluar, yang penanganannya difokuskan pada 92 pulau kecil terluar. Kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar tersebut diarahkan pada: 1) menjaga keutuhan NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan; 2) memanfaatkan SDA; 3) memberdayakan masyarakat.


Bapak Gubernur Maluku, Bapak Ketua DPRD Provinsi Maluku, Para Muspida, Bapak Rektor Unpatti, para mahasiswa, dan hadirin yang berbahagia.


Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi kepulauan yang kaya akan potensi sumberdaya alam dan kelautan. Dapat dikatakan bahwa, potensi kelautan dan perikanan yang ada saat ini sangat strategis untuk menjadikan Maluku lumbung ikan nasional. Maluku memiliki laut dengan potensi lestari ikan sebesar 1,6 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan sekitar 300 ribu ton, memiliki kurang lebih 100 ribu tenaga nelayan, ditambah dengan penghasilan perikanan laut Maluku yang rata-rata 1,6 juta ton pertahun. Sedangkan pemanfaatanya baru berkisar 500 ton per tahun. Ini berarti kebutuhan perikanan masih tersedia melebihi permintaan yang ada. Selain itu, 12 unit pelabuhan yang ada juga menjadi indikator kemajuan sektor perikanan di Maluku.


Saat ini sumbangan produksi dan pendapatan dari pengelolaan laut masih belum memadai sehingga belum mampu mengatasi masalah kemiskinan nelayan dan ketertinggalan kawasan pesisir. Potensi perikanan di provinsi yang terdiri atas 1.336 pulau ini mencapai 1,64 juta ton per tahun, namun saat ini produksi baru mencapai 300.000 ton/tahun (sekitar 20%). Di sisi lain, beberapa wilayah laut menghadapi ancaman penurunan stok ikan dan kerusakan terumbu karang sebagai akibat pola pemanfaatan yang kurang berkelanjutan.


Gerakan untuk menetapkan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional juga didukung oleh posisi dimana provinsi ini berada di wilayah segitiga daerah penangkapan ikan (golden triangle fishing ground), yaitu: Laut Banda, Laut Arafura dan Laut Seram sehingga pantas dicanangkan sebagai Lumbung Ikan Nasional. Dalam kaitan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat puncak acara Sail Banda di Ambon pada 3 Agustus 2010 secara tegas menyatakan bahwa pemerintah mendukung gerakan Maluku menjadi lumbung ikan nasional. Gerakan yang didukung oleh Presiden ini perlu ditindaklanjuti dengan proses teknokratis penyusunan konsep perencanaan yang matang dan penyiapan regulasi terkait yang meliputi, tata ruang wilayah kepulauan Maluku, maupun jika dipandang perlu, penyediaan landasan kebijakan di tingkat nasional .


Bapak Gubernur, Bapak Ketua DPRD Provinsi Maluku, Para Muspida, Bapak Rektor Unpatti, para mahasiswa dan hadirin yang berbahagia.

Demikian paparan kami tentang kebijakan pemerintah pusat dalam pembangunan daerah kepulauan. Semoga berkenan dan dapat menjadi masukan untuk diskusi kita pada hari ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.


Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Syalom,


Ambon, 11 November 2010

Staf Khusus Presiden RI

Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah

Velix Vernando Wanggai

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...