Nov 5, 2010

PRESIDEN OMNIPRESENT

(Velix Wanggai, dimuat di Koran Jurnas, Spektra: 4 November 2010)

Dua bulan terakhir Presiden SBY mengunjungi tiga wilayah bencana di Indonesia, masing-masing Wasior, Mentawai dan Merapi. Kunjungan Presiden dan Ibu Ani di tiga wilayah bencana itu sekaligus memastikan bahwa Pemerintah “hadir” di tengah-tengah masyarakat yang tertimpa bencana. Pemerintah akan senantiasa melindungi dan bekerja secara maksimal untuk mengatasi dampak sosial dan psikologis yang timbul akibat bencana alam yang terjadi. Selaku Kepala Negara, kehadiran Presiden SBY tentu menguatkan hati rakyat yang ditimpa musibah.

Wasior yang jauh tersembunyi di ujung timur, Mentawai dengan cuaca ekstrem maupun Merapi dengan keganasan wedhus gembel-nya, bukan menjadi penghalang bagi Pak SBY dan Ibu Ani untuk hadir di tengah-tengah rakyatnya. Walau dalam kondisi bagaimana pun, Presiden ingin mendengar langsung keluhan, asa dan iba rakyatnya. Terkadang Pak SBY dan Ibu Ani larut dalam susana haru bersama para warga di tempat pengungsian.

Kegiatan Presiden sangat padat, maka stamina para Menteri maupun perangkat kepresidenan yang menyertainya pun harus benar-benar prima. Setelah menyempatkan waktu mengunjungi Mentawai, Presiden SBY kembali ke Hanoi mengikuti penutupan KTT Asean. Hari minggu 31 Oktober 2010 petang, beliau sudah tiba kembali di Tana Air. Senin, 1 November 2010, beliau memimpin Sidang Kabinet, dengan agenda mengevaluasi penanganan bencana Wasior, Merapi dan Mentawai. Besoknya, Selasa 2 November 2010 beliau menerima kunjungan kenegaraan PM. Australia, Julia Gillard di Istana Negara. Setelah prosesi kenegaraan dengan PM. Gillard, Presiden dan rombongan bertolak ke Yogyakarta.

Selama dua hari mengikuti kunjungan Presiden di Yogyakarta dan Jawa Tengah, kesan kami bahwa mengemban amanah sebagai Presiden Republik Indonesia adalah tugas yang sangat berat dan butuh energi esktra. Betapa tidak, dengan luas wilayah 8.287.520 kilometer persegi, terdiri atas luas daratan 2.027.087 km1 dan luas perairan 6.260.433 km2, seorang Presiden yang memimpin negara kepulauan terbesar di dunia ini harus memiliki energi ekstra dimaksud. Dengan begitu ia bisa mengunjungi seluruh pelosok wilayahnya agar rakyat merasakan keberpihakan, kebijakan dan keputusannya.

Sangat manusiawi jika Presiden SBY tidak dapat hadir di semua tempat dalam waktu yang bersamaan (omnipresent), namun di sisi lain, beliau telah hadir di semua pelosok wilayah Nusantara ini dalam waktu yang bersamaan melalui kebijakan (policy) yang diambilnya. Kebijakan membawa Indonesia menjadi Negara yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan telah menjadi strategi pembangunan nasional (RPJMN 2009-20014) yang diterjemahkan dalam kebijakan pembangunan sektoral dan regional.

Pada pertemuan di Istana Cipanas dan Istana Tampaksiring beberapa waktu lalu, Presiden telah mengarahkan para Gubernur untuk mewujudkan apa yang menjadi kebijakan beliau tersebut lewat program-program pembangunan yang berorientasi pada pengurangan kemisikinan (pro poor), penciptaan lapangan kerja (pro job) dan peningkatan pertumbuhan (pro-growth) yang disertai pemerataan (equity) pembangunan berbasis kewilayahan.

Dalam terminologi Presiden SBY, pembangunan berbasis kewilayahan adalah pembangunan inklusif, pembangunan untuk semua (development for all), dimana semua komponen bangsa harus merasakan manfaat pembangunan. Tidak boleh ada yang tertinggal atau dirugikan dari proses pembangunan bangsa ini.

Faktor Leadership

Kebijakan tersebut merupakan wujud komitmen Presiden SBY sejak memimpin bangsa ini pada era KIB I dan KIB II. Beliau selalu berusaha “hadir” (omnipresent) dalam bentuk kebijakan pembangunan di seluruh pelosok wilayah Negara, sehingga tak satu pun wilayah negeri ini yang merasa dianaktirikan. Oleh sebab itu, komitmen ini harus ditindaklanjuti dengan perencanaan kebijakan sektoral dan regional yang sinkron dan sinergis, perbaikan dan normalisasi kerangka regulasi yang tidak menghambat percepatan pembangunan maupun koordinasi hubungan antar-lembaga yang sehat, produktif dan kompetitif.

Ada 4 (empat) pesan penting selama dua hari ini. Pertama, pentingnya penyelarasan aktivitas sosial-ekonomi dengan daya dukung lingkungan; Kedua, Daerah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi perlu merumuskan rencana tata ruangnya berbasis mitigasi maupun adaptasi bencana. Ketiga, pentingnya sosialisasi tentang kondisi kerawanan bencana di daerah; dan Keempat, kegiatan pelatihan penanggulangan dan penanganan bencana seperti pembentukan badan-badan penanganan bencana maupun pelatihan kebencanaan.

Diatas semuanya, kepemimpinan (leadership) adalah kunci dalam mengkoordinasikan langkah penanganan bencana secara cepat dan tepat. Wasior, Mentawai dan Merapi memberi pelajaran berharga tentang pentingnya kepemimpinan yang cepat, tegas dan tanggap di Pusat maupun Daerah dalam menghadapi segala kemungkinan buruk yang akan terjadi di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara. Hadir bersamaan dengan kapasitas yang tepat menjadi persyaratan seorang pemimpin, sebagaimana ditunjukkan sang Presiden omnipresent.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...