Nov 25, 2008

MUSLIM DI NEGERI KANGGURU

Oleh: Mukhlison S. Widodo

Australia memiliki sejarah panjang dalam interaksinya dengan Islam.
Resistensi warga mayoritas masih tinggi. Sementara warga muslimnya
terkotak-kotak menurut komunitas etnisnya.

Bagi Susan Carland, penduduk Australia masih menganggap wanita berjilbab itu
aneh. Orang-orang selalu berpikir kita itu alien. Padahal jilbab kan hanya
sebuah bahan biasa, seperti kaos, jilbab tidak memiliki kekuatan
sihir, katanya.

Itulah yang dirasakan Susan, selama dia menjadi muslimah di Australia.
Padahal dia seorang kulit putih yang lahir di Australia, dan menjadi muslim
sejak 20 tahun lalu. Namun, sejak bulan mei lalu, dosen di School of
Political and Social Inquiry di Monash University ini bisa memulai kampanye
bagaimana sesungguhnya kehidupan seorang muslim.

Adalah sebuah stasiun televisi di Australia, SBS TV yang merilis sebuah
acara baru berjudul Salam Cafe. SBS TV adalah sebuah stasiun televisi yang
peduli dengan isu-isu pluralisme dan minoritas.

Acara Salam Cafe ini dikemas dalam format perbincangan santai, penuh humor.
Mengangkat berbagai hal yang sedang menjadi isu hangat di kalangan muslim
minoritas. Selain juga memotret berbagai aktivitas kehidupan pemuda muslim
Australia. Melakukan wawancara di jalanan kota-kota Australia. Bertanya
kepada warga sejauh mana mereka mengenal Islam.

Dan di sini Susan menjadi salah satu penelis tetapnya. Setiap hari rabu,
pukul 10 malam, Salam Cafe menjadi sebuah acara untuk meluruskan
kesalahpahaman yang banyak dihadapi kaum muslim Australia. Untukku, adalah
sangat penting bahwa pertunjukan ini adalah tentang muslim. Ini menyatakan
bahwa kita bukanlah dari planet Islam, kata Susan.

Memang, semenjak peristiwa World Trade Centre (WTC) 11 September 2001, juga
bom Bali 2002 dan 2005, yang kebanyakan korbannya adalah warga Australia,
membuat wajah Islam di Australia berubah menjadi buruk. Muslim di Australia
yang minoritas itu pun dicurigai, dan dianggap semuanya adalah teroris.

Meski sekarang suasana sudah berubah. Setelah adanya pergantian kepemimpinan
di sana. Partai Liberal dengan Perdana Menterinya John Howard yang terlalu
kaku dalam bersikap soal kebebasan memeluk agama khususnya bagi muslim itu
kini sudah berganti. Partai Buruh, dengan Perdana menteri yang baru, Kevin
Rudd lebih longgar dalam menerapkan kebijakan soal kebebasan beragama ini.

Seorang mahasiswa asal Indonesia yang sudah sejak tahun 2004 bermukim di
Australia, Velix Wanggai juga merasakan perubahan itu. Meski dari pihak
muslim sendiri juga perlu berbenah diri dan tidak bersikap eksklusif.
Beberapa yang punya aliran fundamental, memang terkadang menimbulkan
permasalahan, katanya.

Menurut Velix, sekarang ini, islamphobia yang terjadi di negara benua ini
sudah mulai pudar. Keinginan dari warga non muslim untuk mempelajari Islam
juga mulai tumbuh. Sementara pemerintah Australia juga mendukung adanya
pembauran di semua golongan warganya.

Memang masih ada beberapa penolakan masyarakat terhadap simbol-simbol Islam.
Kasus paling baru, pada mei lalu, warga kota Camden, New South Wales,
menolak didirikannya sebuah sekolah Islam di sana.

Maka, seorang pemuda dengan wajah timur tengah, lengkap dengan sorban, dan
peci, serta jenggot panjangnya berkeliling kota Camden. Bertanya kepada
setiap orang yang ditemui. Mereka yang non muslim itu ditanyai soal
pengetahuannya tentang Islam. Juga diminta untuk mendukungnya dalam
pembangunan sekolah muslim di Camden.

Si pemuda, yang bernama Uncle Sam ini adalah pembawa acara Salam Cafe.
Akhirnya dia bertemu walikota Camden, Chris Patterson. Dengan gaya gaul
Uncle Sam berbincang tentang permasalahan hangat di kota kekuasaan Chris
itu.

Chris pun menjelaskan kalau penolakan itu bukan berlatar belakang politis
atau karena agama. Ini semua karena masalah tata kota. Begitulah, sebuah
perbincangan cair yang disiarkan oleh SBS TV dalam acara Salam Cafe. Memang
diharapkan acara-acara seperti ini bisa menjembatani kebuntuan komunikasi
antara warga mayoritas dan minoritas di Australia.

Profesor Kevin Dunn dari Universitas of Western Sydney mengakui bahwa ada
gejala yang ia sebut sebagai akumulasi dari Islamofobia di Australia, suatu
hal yang sudah umum terjadi di negara-negara Barat.

Dunn dalam penelitiannya telah melakukan survei untuk memetakan sikap
orang-orang Australia terhadap Islam. Hasilnya, sekitar sepertiga orang
Australia tidak tahu sama sekali tentang Islam. Hanya separo orang Australia
tahu sedikit tentang Islam. Secara keseluruhan, menurut hasil pemetaan yang
dilakukan Dunn, 8 dari 10 orang Australia benar-benar tidak tahu tentang
Islam.

Padahal sesungguhnya Islam di Australia sendiri sudah ada sejak sekitar abad
17. Orang Indonesia adalah yang pertama kali menyebarkan agama samawi ini di
negeri kangguru ini. Fakta ini merupakan hasil kajian seorang dosen
Universitas Griffith, Brisbane, Australia. Prof. Regina Ganter. Ia
membuktikan agama Islam masuk ke Australia sejak 1650-an dan bukan 1850-an
yang merupakan versi resmi Pemerintah Australia.

Orang Indonesia itu adalah pelaut-pelaut Makassar yang menjalin hubungan
dengan penduduk asli Australia, suku Aborigin. Para pelaut ini sering
mencari Teripang di Pantai Utara Australia. Gelombang besar lainnya, siar
Islam di Australia adalah kedatangan para peternak unta dari Afghanistan dan
Pakistan.

Mereka juga dipekerjakan pemerintah Inggris pada pembangunan rel kereta api
dari Port Augusta ke Alice Springs, dan pembangunan kabel telepon antara
Darwin dan Adelaide pada tahun 1870. Kondisi lingkungan di Australia
hampir sama dengan alam di Afganistan dengan gurun-gurunnya, kata Velix.

Dan sambil membangun sarana transportasi dan komunikasi itu, para pekerja
Afghan ini membangun tempat ibadah mereka, yang menjadi masjid pertama di
Australia pada tahun 1888 di kota Adelaide.

Bila dipetakan, tahap awal Islam masuk ke Australia adalah berada di daerah
pesisir utara, yang berasal dari pelaut Indonesia, dan bagian tengah
Australia digerakkan oleh para pekerja Afghanistan dan Pakistan.

Selain muslim dari Asia, Australia juga diserbu oleh imigran muslim dari
Turki dan Libanon. Mereka datang pada dekade tahun 60-an hingga 70-an.
Pemerintah waktu itu membuka lebar-lebar pintu migrasi tenaga kerja ke sana.


Selain para pelaut dan pekerja, komposisi muslim di Australia ditambah
dengan para pelajar. Seperti dari Malaysia, Indonesia, Banglades, juga
negara-negara persia. Mereka tinggal di pusat pendidikan Australia seperti
Brisbane, Sydney, Melbourne, dan Perth.

Dan pemerintah Australia juga membuka negerinya untuk menjadi tempat
penampungan para pengungsi muslim. Seperti dari Somalia, Sudan, Irak, dan
Iran. Diperkirankan dari 21 juta penduduk Australia, 1,5% hingga 2% adalah
muslim,

Saat ini, ditinjau dari segi latar belakang suku bangsanya, muslim
Australia paling tidak terdiri dari 37 etnis. Mayoritas mereka tinggal di
dua kota bisnis terbesar yakni Sydney dan Melbourne. Kota-kota ini
merupakan kota bisnis, yang menarik para muslim yang memang mata
pencariannya berdagang, kata Velix yang saat ini sedang mengambil doktor
ilmu politik di Australian National University, Canberra.

Menurut sensus tahun 2006, ada lebih dari 350 ribu muslim di Australia, 130
ribu diantaranya lahir di Australia. Paling banyak adalah warga keturunan
Afghanistan, ada sekitar 16 ribu orang, disusul Pakistan 18 ribu orang,
kemudian Bangladesh 13 ribu orang, Iraq 10 ribu orang, dan Indonesia 9 ribu
orang.

Di Melbourne, komunitas muslim terbesar di sana adalah orang Turki dan etnis
Albania. Sementara muslim dari negeri Arab kebanyakan tinggal di Sydney.
Kota Perth juga merupakan tempat komunitas muslim yang besar. Di daerah
Thornlie ada masjid agung dan Australian Islamic College, yang menampung
2.000 mahasiwa.

Banyaknya kantong muslim di Australia, juga menyebabkan mereka
terkotak-kotak. Mereka punya masjid sendiri, juga komunitas sendiri, kata
Velix yang pernah menjadi Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia
periode 2004-2006 ini.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...