Jul 19, 2010

Grand Design Masuk Revisi UU Pemerintahan Daerah

rand Design Masuk Revisi UU Pemerintahan Daerah
Jakarta | Mon 19 Jul 2010
by : Jan Prince Permata
PERNYATAAN Presiden SBY tentang 80 persen daerah otonom baru yang dianggap kurang berhasil sejatinya ditujukan kepada 57 Daerah Otonom Baru (DOB) yang baru dibentuk tiga tahun belakangan ini. Sekitar 80 persen DOB tersebut terindikasi mengalami berbagai masalah.
Beberapa persoalan yang dihadapi tersebut seperti, pengalihan personel, peralatan, pembiayaan, dan dokumen (P3D) yang belum terlaksana dengan baik; pengadaan pembangunan sarana dan prasarana yang belum memadai; pelayanan publik yang belum optimal; belum selesainya penetapan batas wilayah; dan belum selesainya dokumen rencana umum tata ruang wilayah (RUTRW). Hal itu disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai dalam keterangan pers yang diterima Jurnal Nasional, Minggu (18/7).
"Dan, perlu ditegaskan bahwa Pemerintah selalu memberikan perhatian berupa kebijakan bantuan teknis untuk membenahi perangkat organisasi daerah, penyelesaian dokumen perencanaan, maupun konsisten dalam mengalokasikan dana-dana perimbangan ke daerah-daerah tersebut," ujar Velix.
Dikatakannya, Presiden menegaskan bahwa saat ini pemerintah telah menyelesaikan dokumen Desain Besar Penataan Daerah (Desartada). Diharapkan Agustus ini, pemerintah akan mendiskusikan substansi grand design tersebut bersama-sama DPR RI.
"Dari sisi kekuatan hukum, substansi dari grand design ini akan diletakkan dalam revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah," ujarnya.
Menurut Velix, kebijakan pemekaran wilayah di masa mendatang harus diletakkan dalam tiga konteks, yakni penguatan integrasi nasional, akselerasi pembangunan ekonomi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Sejalan dengan tujuan menguatkan integrasi bangsa tersebut, katanya, grand design pemekaran ke depan akan mengimbangkan dua pendekatan, yakni aspirasi pemekaran dari bawah dan skenario pemekaran dari atas sebagai prakarsa pemerintah pusat.
Menurutnya, dalam sepuluh tahun terakhir ini, skenario pembentukan DOB hanya didasarkan atas aspirasi dari bawah. "Dengan demikian, prakarsa nasional ini terutama mencakup daerah-daerah perbatasan antarnegara, pulau-pulau kecil terluar, dan daerah yang wilayahnya luas tetapi penduduknya sedikit, dan daerah strategis lainnya," ujarnya.
Dikatakannya, pemerintah akan mengusulkan dalam grand design untuk mengatur masa transisi selama 1 sampai 5 tahun yaitu melalui tahap pembentukan daerah persiapan, sebelum sebuah daerah dinilai layak menjadi daerah otonom. "Daerah persiapan ini sangat penting mengingat sekitar 80 persen daerah otonom baru ternyata belum dapat berfungsi optimal dalam rentang waktu 1-5 tahun," ujar Velix.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan Kementerian Dalam Negeri dalam waktu dekat akan menyerahkan Desartada 2010-2025 kepada Komisi II DPR. Menurut Mendagri, rumusan destrada tidak mengatur secara tegas berapa jumlah daerah otonom, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang layak untuk Indonesia hingga 2025. Namun, pemerintah lebih memperketat persyaratan-persyaratan teknis dalam pembentukan suatu daerah otonom baru dari berbagai aspek, seperti pertimbangan wilayah (geografis) dan jumlah penduduk (demografi).
"Memang banyak persyaratan yang ditata, itu kita masukkan dalam grand design dan diatur lebih ketat, termasuk persoalan batas daerah," kata Gamawan Fauzi.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan wujud akhir rancangan destrada yang telah dipersiapkan pemerintah tergantung pada kesepakatan dalam pembahasan bersama dengan DPR. "Apakah, desain besar itu dimasukkan dalam revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ataukah dibuatkan UU tersendiri tergantung kesepakatan antara pemerintah dan DPR nantinya," ujarnya. Very Herdiman/Arjuna Al Ichsan

Jakarta | Mon 19 Jul 2010

by : Jan Prince Permata

PERNYATAAN Presiden SBY tentang 80 persen daerah otonom baru yang dianggap kurang berhasil sejatinya ditujukan kepada 57 Daerah Otonom Baru (DOB) yang baru dibentuk tiga tahun belakangan ini. Sekitar 80 persen DOB tersebut terindikasi mengalami berbagai masalah.Beberapa persoalan yang dihadapi tersebut seperti, pengalihan personel, peralatan, pembiayaan, dan dokumen (P3D) yang belum terlaksana dengan baik; pengadaan pembangunan sarana dan prasarana yang belum memadai; pelayanan publik yang belum optimal; belum selesainya penetapan batas wilayah; dan belum selesainya dokumen rencana umum tata ruang wilayah (RUTRW).

Hal itu disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai dalam keterangan pers yang diterima Jurnal Nasional, Minggu (18/7)."Dan, perlu ditegaskan bahwa Pemerintah selalu memberikan perhatian berupa kebijakan bantuan teknis untuk membenahi perangkat organisasi daerah, penyelesaian dokumen perencanaan, maupun konsisten dalam mengalokasikan dana-dana perimbangan ke daerah-daerah tersebut," ujar Velix.Dikatakannya, Presiden menegaskan bahwa saat ini pemerintah telah menyelesaikan dokumen Desain Besar Penataan Daerah (Desartada).

Diharapkan Agustus ini, pemerintah akan mendiskusikan substansi grand design tersebut bersama-sama DPR RI."Dari sisi kekuatan hukum, substansi dari grand design ini akan diletakkan dalam revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah," ujarnya.Menurut Velix, kebijakan pemekaran wilayah di masa mendatang harus diletakkan dalam tiga konteks, yakni penguatan integrasi nasional, akselerasi pembangunan ekonomi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Sejalan dengan tujuan menguatkan integrasi bangsa tersebut, katanya, grand design pemekaran ke depan akan mengimbangkan dua pendekatan, yakni aspirasi pemekaran dari bawah dan skenario pemekaran dari atas sebagai prakarsa pemerintah pusat.Menurutnya, dalam sepuluh tahun terakhir ini, skenario pembentukan DOB hanya didasarkan atas aspirasi dari bawah. "Dengan demikian, prakarsa nasional ini terutama mencakup daerah-daerah perbatasan antarnegara, pulau-pulau kecil terluar, dan daerah yang wilayahnya luas tetapi penduduknya sedikit, dan daerah strategis lainnya," ujarnya.

Dikatakannya, pemerintah akan mengusulkan dalam grand design untuk mengatur masa transisi selama 1 sampai 5 tahun yaitu melalui tahap pembentukan daerah persiapan, sebelum sebuah daerah dinilai layak menjadi daerah otonom. "Daerah persiapan ini sangat penting mengingat sekitar 80 persen daerah otonom baru ternyata belum dapat berfungsi optimal dalam rentang waktu 1-5 tahun," ujar Velix.Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan Kementerian Dalam Negeri dalam waktu dekat akan menyerahkan Desartada 2010-2025 kepada Komisi II DPR.

Menurut Mendagri, rumusan destrada tidak mengatur secara tegas berapa jumlah daerah otonom, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang layak untuk Indonesia hingga 2025. Namun, pemerintah lebih memperketat persyaratan-persyaratan teknis dalam pembentukan suatu daerah otonom baru dari berbagai aspek, seperti pertimbangan wilayah (geografis) dan jumlah penduduk (demografi)."Memang banyak persyaratan yang ditata, itu kita masukkan dalam grand design dan diatur lebih ketat, termasuk persoalan batas daerah," kata Gamawan Fauzi.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan wujud akhir rancangan destrada yang telah dipersiapkan pemerintah tergantung pada kesepakatan dalam pembahasan bersama dengan DPR. "Apakah, desain besar itu dimasukkan dalam revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ataukah dibuatkan UU tersendiri tergantung kesepakatan antara pemerintah dan DPR nantinya," ujarnya.

Very Herdiman/Arjuna Al Ichsan

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...