Oct 19, 2014

Ini 3 Program SBY untuk Papua yang Harus Dilanjutkan Jokowi

Senin, 20/10/2014 00:21 WIB

Mega Putra Ratya - detikNews

SBY (foto:Setpress) 
 
Jakarta - Selama 10 tahun terakhir, Papua menjadi agenda prioritas pemerintahan Presiden SBY. Perubahan pendekatan, terobosan pembangunan, dan berbagai jejak langkah untuk Tanah Papua telah diletakkan oleh Presiden SBY dan jajaran kementerian/lembaga dalam satu dasawarsa ini.

Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai menyampaikan tiga agenda strategis Presiden SBY. Tiga hal itu sekaligus sebagai pekerjaan rumah yang perlu diperhatikan oleh Pemerintahan Presiden terpilih Joko Widodo (jokowi).

Tiga agenda itu adalah rekonstruksi UU 21/2001 menuju RUU 'Otonomi Khusus Plus', agenda penyelesaian konflik menuju Papua Tanah Damai, dan agenda melanjutkan pembangunan Tanah Papua yang komprehensif dan ekstensif.

"Komitmen Presiden SBY untuk Tanah Papua ditegaskan sejak awal dalam pidato perdana tanggal 20 Oktober 2004," kata Velix Wanggai dalam keterangannya, Minggu (19/10/2014).

SBY yakin otonomi khusus menjadi solusi adil, menyeluruh, dan bermartabat. Sejalan dengan solusi otonomi asimetris untuk Tanah Papua ini, sejumlah pendekatan yang humanis, dialogis, dan kultural ditempuh oleh SBY. SBY meyakini kebijakan afirmasi (affirmative policy) terus diberikan kepada rakyat Papua untuk mengejar ketertinggalan dengan daerah lainnya.

"Pertama, Presiden SBY meyakini otonomi khusus menjadi solusi yang adil, menyeluruh, fundamental, dan bermartabat bagi Tanah Papua. Sejak tahun 2004 hingga 2014 ini Presiden SBY mencurahkan perhatian untuk mengotimalkan pelaksanaan UU 21/2001 ini. Langkah mendasar yang ditempuh yakni membentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dengan PP No.54/2004 yang dianggap sebagai 'hadiah Natal' bagi rakyat Papua," jelasnya.

Menurut Velix, hal itu diikuti oleh pendekatan keadilan, kesejahteraan, dan pemerataan untuk tanah Papua. Itu terlihat dari desentralisasi fiskal yang semakin meningkat sejak tahun 2005 hingga 2014 ini.

"Namun Presiden SBY juga tidak menutup mata dengan permasalahan yang masih melekat dalam pelaksanaan otsus. Dari hasil evaluasi 12 tahun terakhir, Presiden SBY menegaskan saatnya untuk revisi UU 21/2001, dan perlunya 'Otonomi Khusus Plus'," imbuhnya.

Velix Wanggai menjelaskan proses perubahan ini telah dijalan selama 1 tahun terakhir ini di tingkat Papua dan Papua Barat. Komitmen SBY ditunjukkan melalui Surat Presiden (Surpres) tanggal 18 September 2014 No: R-53/Pres/9/2014 perihal RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua.

Lebih lanjut, Velix Wanggai menjelaskan agenda strategis kedua, adanya komitmen untuk menyelesaikan konflik menuju Papua Tanah Damai. Komitmen ini ditegaskan sejak awal pemerintahan KIB I. Pendekatan humanis, bijaksana, dan dialogis menjadi pilihan yang ditempuh SBY. Ketika kunjungan ke Merauke tahun 2005, SBY memohon maaf atas kesalahan kebijakan masa lalu yang tidak tepat di Tanah Papua, dan terus memperbaiki kebijakan agar tepat.

"Namun, Presiden SBY menegaskan keutuhan wilayah NKRI adalah harga mati, dan akan mempertahankan kedaulatan dengan segala cara. Ini adalah tugas konstitusi yang diemban seorang Presiden," jelasnya.

SBY, lanjut Velix, terus menyapa rakyat dan membuka pintu dialogis dengan kelompok-kelompok strategis Papua. Tercatat sejak 2004 hingga 2014, SBY telah mengunjungi Merauke, Jayawijaya, Yahukimo, Timika, Jayapura, Biak Numfor, Nabire, Manokwari, Teluk Wondama, Sorong dan Raja Ampat.

"Presiden SBY juga berdialog dari hati ke hati dengan para pendeta asal Papua, baik dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) maupun Persekutuan Gereja-Gereja di Tanah Papua (PGGP). Perdamaian melalui Pembangunan (peace through development) menjadi pilihan pendekatan Presiden SBY di dalam mengelola rekonsiliasi dan reintegrasi sosial di Tanah Papua," kata Velix.

Menurut Velix, Papua selalu di hati Presiden. Aspek humanis, kultural, dan spiritual menjadi kerangka dasar Presiden SBY dalam mengelola Papua. Langkah membangun Situs Pekabaran Injil di Pulau Mansinam, Papua Barat sebagai pintu gerbang peradaban di Tanah Papua adalah pilihan langkah kultural Presiden SBY. Proses ini menunjukkan nilai-nilai solidaritas dan perdamaian antar peradaban, baik Islam dan Kristen di wilayah Timur Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu.

"Sedangkan, agenda ketiga, Presiden SBY menekankan agenda percepatan pembangunan yang komprehensif dan ekstensif di Tanah Papua. Velix Wanggai mengurai akar persoalan yang dihadapi di Tanah Papua adalah soal ketidakadilan, ketertinggalan, kemiskinan, dan keterisolasian. Sederet soal itu jika seringkali menyebabkan trust, kepercayaan rakyat Papua ke Jakarta rendah," ujar velix Wanggai.

Selama 10 tahun terakhir ini, Pemerintahan Presiden SBY mencurahkan perhatian untuk langkah-langkah percepatan pembangunan untuk rakyat Papua berbasis kewilayahan.
Dari konteks perencanaan, agenda pembangunan Papua dimasukkan khusus di dalam RPJMN 2009-2014. Ini menjadi pedoman bagi Kementerian/Lembaga di dalam mengelola pembangnan Tanah Papua. Dari sisi regulasi, Presiden pernah menetapkan 'New Deal for Papua' yang dimasukkan ke dalam Inpres 5/2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

Di era KIB II, Presiden SBY mengkoreksi Inpres 5/2007, dan menerbitkan PERPRES No. 65/2011 perihal Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. Kebijakan “New Deal for Papua” ini diikuti oleh kenaikan anggaran sektoral untuk Papua dan desentralisasi fiskal dalam bentuk dana perimbangan yang terus meningkat dalam 10 tahun terakhir.

Namun, di dalam berbagai kesempatan, Velix Wanggai menceritakan Presiden SBY belum puas dengan kinerja pembangunan di Tanah Papua. Masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Akses pelayanan dasar masih belum menjangkau seluruh Tanah Papua. Tingkat kemahalan harga juga masih tinggi. Kepercayaan publik (trust) juga masih perlu ditingkatkan di kalangan grass root Papua. Keamanan di beberapa daerah di kawasan Pegunungan Tengah masih terganggu. Ada juga tuntutan dialog Jakarta-Papua masih terus dituntut kepada Pemerintah.

"Sejumlah poin itu akan menjadi pekerjaan rumah Presiden Joko Widodo.
Di akhir perbincangannya, Velix Wanggai berpesan kiranya 3 agenda strategis yang telah diletakkan Presiden SBY menjadi agenda yang berlanjut untuk dikelola lebih baik lagi di tahun 2014-2019. Tiga agenda itu, yakni agenda rekonstruksi UU 21/2001 menuju RUU “Otonomi Khusus Plus”, agenda penyelesaian konflik menuju Papua Tanah Damai, dan agenda melanjutkan pembangunan Tanah Papua yang komprehensif dan ekstensif," tutupnya.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...