Mar 23, 2012

PNPM: Praktik Demokrasi Ekonomi Lokal

Jurnal Nasional | Kamis, 22 Mar 2012
Velix Wanggai

Mayoritas diantara kita berasal dari desa atau kampung. Paling tidak ketika kecil kita menikmati masa indah di kampung kita masing-masing. Disana para leluhur, para tetua adat, dan orang tua lahir dan hidup mengelola sumber daya alam yang tersedia di sekitar kampung. Masyarakat hidup dengan kultural yang menghargai sesama, gotong royong, dan harmoni dengan alam. Semua itu merupakan modal sosial, modal kultural, dan modal spiritual yang hidup di tengah-tengah rakyat di kampung-kampung.

Hari ini struktur demografis terus bergeser pelan-pelan. Dulunya mayoritas penduduk tinggal di wilayah perdesaan, namun Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat bahwa hari ini penduduk desa semakin berkurang ketimbang penduduk yang menetap di kota-kota. Hal itu menunjukan struktur ekonomi kota semakin berkembang. Sebaliknya, penduduk miskin lebih banyak menetap di desa atau kampung. Di akhir 2011, penduduk miskin di desa sebesar 18,9 juta jiwa (15,72 persen) dan miskin kota sebanyak 11 juta jiwa (9,23 persen). Dengan realita itu, agenda pembangunan yang inklusif gencar dilakukan oleh Pemerintahan SBY. Salah satunya melalui skema Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan.

PNPM Mandiri Perdesaan adalah salah satu intervensi Pemerintah yang bersifat terobosan dalam konteks strategi pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Melalui pendekatan PNPM ini, demokrasi lokal yang sesungguhnya terjadi di tingkat akar rumput. Warga di kampung bermusyawarah untuk merumuskan kegiatan dan juga melaksanakan kegiatan sendiri. Selain infrastruktur desa, warga kampung juga mengelola dana bergulir dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), dimana alokasi dana sekitar 1-3 milyar digelontorkan ke setiap kecamatan.

Saat ini dalam skenario penanggulangan kemiskinan nasional, Presiden SBY meletakkan PNPM sebagai bagian dari kluster II dalam peningkatan kapasitas kaum marginal kota dan desa. Untuk memetik pelajaran dari PNPM Mandiri Perdesaan ini, penulis bersama Ayib Muflich, Direktur Jenderal Pengembangan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri, mengunjungi Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada Senen, 19 Maret 2012. Ternyata Sumedang memberikan pelajaran menarik bagi kita semua. Di wilayah Sumedang, mekanisme perencanaan PNPM dari level desa atau kampung telah diintegrasikan dengan mekanisme perencanaan regular sesuai UU No. 25/2004 perihal Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Artinya, usulan warga kampung ternyata langsung diakomodasi melalui skema PNPM. Sedangkan usulan lainnya dibiayai dari alokasi Dinas maupun Kementerian.

Cerita menarik lainnya adalah keberhasilan warga kampung penerima PNPM yang berhasil mengelola Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Penulis sempat mengunjungi salah satu Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di Kecamatan Rancakalong. Modal bergulir di Rancakalong ini telah berputar sekitar Rp 2,3 Milliar, dan hasil dari kegiatan usaha ekonomi ini telah membangun bangunan kantor yang layak sebagaimana bangunan kantor perbankan. Bahkan ada 9 bangunan lainnya yang serupa sebagai keberhasilan PNPM di Sumedang. Cerita keberhasilan ini ternyata terjadi juga di daerah-daerah lain di Tanah Air. Kita mencatat bahwa aset usaha ekonomi PNPM yang sedang berputar di tengah masyarakat mencapai Rp 6 Triliun. Ini adalah keberhasilan yang dialami rakyat di kampung-kampung.

Dinamika ekonomi dari hasil PNPM ini adalah demokrasi ekonomi lokal yang sesungguhnya.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...