Aug 9, 2012

Meneguhkan Persatuan dalam Keberagaman

galeri foto
Jurnal Nasional | Kamis, 9 Aug 2012
Velix Wanggai


Indonesia penuh warna. Satu hal yang menjadi kebanggaan nasional kita sebagai sebuah bangsa dan negara yang satu tetapi penuh keberagaman (unity in diversity). Kita mendiami wilayah seluas 4.209 kilometer persegi di garis katulistiwa. Kita memiliki keragaman suku, etnis, budaya dan agama. Secara geografis pun, kita memiliki karakteristik wilayah yang berbeda-beda dan unik. Lalu untuk apa semua kebanggaan itu kalau tidak disertai dengan persatuan yang kokoh-kuat sebagai sebuah negara bangsa. Inilah salah satu agenda demokrasi yang menjadi perhatian pemerintah dewasa ini.


Dalam sambutan memperingati Nuzul Qur'an 1433 hijriah di Istana Negara, Selasa kemarin (7/8), Presiden SBY menyerukan persatuan nasional itu lewat lima nilai atau sikap dasar hidup berbangsa, yaitu meningkatkan daya pikir dan nalar, menjalankan demokrasi yang benar, cinta damai, kerukunan dan toleransi, patriotisme dan nasionalisme positif serta kepatuhan pada pranata hukum.


Kemampuan kita untuk meneguhkan persatuan itu harus dimulai dari diri kita masing-masing sebagai warga bangsa. Kampanye toleransi masih sebatas wacana dan belum menemukan formulanya yang tepat di level praksis. Masih dalam suasana memperingati Nuzul Qur'an, salah satu ayat di Al-Qur'an (Surat Al-Hujurat : 11) menyebutkan bahwa keragaman suku-bangsa itu bukan untuk berkonflik melainkan untuk saling kenal-mengenal. Imperatif Qur'ani ini tidak sebatas pengenalan aspek fisikal, melainkan juga mengapresiasi dan bersikap hormat atas nilai-nilai yang terdapat atau yang berlaku di dalam entitas suku bangsa, etnis dan golongan agama yang berbeda-beda itu.


Indonesia telah memilih demokrasi sebagai jalan bernegara dan berbangsa, maka segala perbedaan yang dapat tertampung dalam sikap berdemokrasi warganegara yang benar. Sikap primodialisme terutama yang menjurus pada sikap etnosentrisme dan ekstrimisme (berlebih-lebihan) adalah sikap-sikap diluar bingkai demokrasi Indonesia. Penegakan supremasi hukun di dalam negara demokrasi Indonesia berlaku pada semua warga negara. Marilah kita menyelesaikan semua konflik dengan cara yang akomodatif melalui mediasi dan kompromi.


Sebagai negara nasional, keberadaan pemerintahan di Pusat membutuhkan dukungan pemerintahan di daerah, begitupun sebelakinya. Justru itu, agenda Presiden SBY pada dua tahun terakhir periode kepemimpinannya menginginkan demokratisasi yang menyeluruh di seluruh pelosok wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.


Desentraliasi dan otonomi daerah yang telah berjalan satu dasawarsa meskipun telah membawa kemajuan bagi terciptanya partisipasi dan demokrasi politik di daerah, namun masih banyak aspek yang perlu pembenahan. Hanya dengan sikap saling memahami, toleransi dan solider antar warganegara dan komponen bangsa sajalah yang dapat meneguhkan persatuan dalam keragaman.


Sejalan dengan pendekatan itu, Presiden SBY merawat kebhinnekaan dengan menerapkan kebijakan asimetris atau kebijakan khusus terhadap daerah-daerah yang memiliki kekhasan khusus seperti Aceh, Papua, Papua Barat, dan Yogyakarta. Model ini dikenal sebagai desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralization) yang berbeda dengan perlakuan yang general.   Harapannya, melalui paradigma "Pembangunan untuk Semua", model desentralisasi asimetris, dan penerapan model MP3EI, kita dapat menghadirkan pusat-pusat keadilan di berbagai pelosok wilayah di Tanah Air.


Inilah makna penting di dalam meneguhkan persatuan nasional dengan memperhatikan berbagai keanekaragaman latar belakang dan konteks di daerah-daerah.

galeri foto

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...