Aug 7, 2012

Velix Wanggai: Indonesia negara desentralistik

Selasa, 7 Agustus 2012 21:06 WIB | 716 Views

Velik Vernando Wanggai (istimewa)
"Di tengah arus demokrasi dan tuntutan untuk menghargai keragaman daerah dan masyarakat yang plural, Indonesia bahkan mempraktekkan desentralisasi dan otonomi yang bersifat asimetrik di Aceh, Yogyakarta dan Papua,"
 
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang telah mengubah desain hubungan pusat-daerah yang bercorak desentralistik selama sepuluh tahun terakhir ini, kata Staf Khusus Presiden Velix Vernando Wanggai.

"Di tengah arus demokrasi dan tuntutan untuk menghargai keragaman daerah dan masyarakat yang plural, Indonesia bahkan mempraktekkan desentralisasi dan otonomi yang bersifat asimetrik di Aceh, Yogyakarta dan Papua. Ke depan, Indonesia dituntut untuk mendesain desentralisasi yang menghargai kebhinekaan guna proses penguatan persatuan Indonesia," kata Velix di Jakarta, Selasa.

Seiiring dengan komitmen Presiden untuk terus melanjutkan konsolidasi desentralisasi dan otonomi daerah ini, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah tersebut menggelar diskusi mengenai "Desentralisasi Asimetris: Gagasan dan Alternatif Kebijakan" dengan pembicara Ari Dwipayana (UGM), Prof. Dr. Benyamien Husein (UI), Prof. Dr. Ngadisah (IPDN), Dr. Syarief Hidayat (LIPI), dan para wakil pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Sebagai komitmen untuk menghargai keragaman wilayah, etnik, suku, agama, dan wilayah, Velix Wanggai menegaskan bahwa di dalam tujuh tahun terakhir ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah berupaya untuk mengedepankan dimensi kewilayahan didalam proses pembangunan. Melalui Undang-undang No. 11 Tahun 2006, Presiden SBY telah mentransform konflik ke arena hubungan pusat-daerah yang damai.

Begitupula, guna untuk menghargai kekhususan sosial budaya dan peran sejarah di dalam perjuangan bangsa, Presiden memberikan perhatian untuk percepatan penyelesaian RUU Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagi Papua, kata Velix, Presiden SBY menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan Papua sebelum 2014 ini. Posisi dasar pemerintah adalah meneguhkan NKRI dengan tetap menghargai setting sosial, budaya, politik, dan asal-usul daerah yang beragam.

Diskusi pmenyimpulkan bahwa desain tunggal desentralisasi di tengah keberagaman karakteristik dan kebutuhan lokal tidak menjadi jawaban atas variasi tantangan lokal Indonesia. Ke depan, Indonesia memerlukan pengakuan atas ke-bhinneka-an yang perlu dituangkan dalam kerangka kebijakan desentralisasi untuk menjawab soal variasi sosio-kultural, karakter geografis yang berbeda, tingkat kemajuan pembangunan yang berbeda, ketidakjelasan kewenangan antarlevel pemerintahan, dan disparitas kapasitas pemerintahan antar daerah.

Kebijakan asimetris, katanya, tidak hanya diberlakukan dalam model Otonomi Khusus seperti Aceh, Papua, Papua Barat, Yogyakarta, dan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, namun kerangka asimetris ini harus menjadi mainstream di dalam pembangunan nasional. Ini berarti setiap kebijakan sektoral dari kementerian harus mendesain perencanaan wilayah, regulasi sektoral, dan pembiayaan yang menghargai variasi wilayah yang berbeda-beda ini.

Kekhususan spasial seperti daerah kepulauan, perbatasan, perdesaan terpencil, atau daerah yang miskin risorsis perlu mendapat perlakuan yang berbeda sesuai karakter dan kesulitan yang dihadapi. Pemerintah tidak hanya menerapkan kebijakan desentralisasi asimetrik di bidang politik saja, namun perlu juga asimetrik di aspek administratif dan keuangan, katanya.

"Disinilah, pentingnya memaknai hadirnya Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI)," demikian VElix Wanggai.

(A017)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2012

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...