May 31, 2012

Politik Energi dan Hidup Hemat

Jakarta | Kamis, 31 May 2012
Oleh: Velix V. Wanggai

Energi adalah salah satu isu global yang strategis. Para pengamat memperkirakan bahwa air, tanah, dan energi merupakan isu-isu global masa kini yang dapat menjadi pemicu dan pemacu konflik di dunia. Kita sebagai an emerging country juga terpengaruh dengan lingkungan strategis dunia yang berkembang dinamis. Perdebatan di arena Parlemen lalu ketika memutuskan APBN-P 2012 sebagai contoh dari ketergantungan politik ekonomi Indonesia dengan konteks global. Syukur, keputusan politik memberikan ruang kebijakan bagi Pemerintah untuk melakukan penyesuaian kebijakan (policy adjustment) harga minyak.

Selain konteks politik ekonomi yang dinamis itu, kita juga menempuh langkah-langkah yang menyeluruh dalam pengelolaan energi kita. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan industri yang meningkat membutuhkan pasokan energi yang tidak sedikit. Dengan pertumbuhan penduduk Indonesia sekitar 1,49 persen per tahun, kita dihadapkan dengan kebutuhan konsumsi energi yang cukup besar. Kita menghadapi masalah serius karena sektor energi nasional masih didominasi minyak bumi, sementara produk minyak nasional kita mengalami penurunan secara alamiah, mengingat usia industri minyak kita yang sudah tua. Penurunan energi fosil tersebut ini tampaknya perlu diikuti dengan pengembangan energi alternatif.

Pada konteks itu, kita memaknai pidato Presiden SBY pada Selasa malam, pada 29 Mei 2012. Presiden mengajak rakyat untuk melakukan penghematan konsumsi BBM. Krisis ekonomi dunia membuat BBM bersubsidi terus membengkak dalam kebijakan fiskal kita. Itu sebabnya, kebijakan penghematan energi merupakan langkah yang realistis, jika dibandingkan dengan menaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL) seperti yang dilakukan di masa lalu.

Ada lima langkah yang kita lakukan. Pertama, pengendalian sistem distribusi di setiap SPBU. Kedua, pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah dengan sistem striker. Ketiga, pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan. Keempat adalah konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi yang menjadi program utama nasional. Dan kebijakan kelima, adalah penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah maupun penghematan penerangan jalan-jalan. Menurut Presiden, inilah cara yang paling tepat saat ini.

Di sinilah, makna pentingnya kita melakukan langkah-langkah konkret hari-hari ini dan ke depan. Siapa lagi yang harus melakukan langkah penghematan, kalau bukan kita di kalangan pemerintahan, termasuk kelompok-kelompok kelas menengah dominan. Langkah yang bersifat struktural perlu diikuti pula oleh langkah yang bersifat kultural seperti life style yang boros.

Presiden SBY telah melakukan langkah-langkah sistematik sejak kurun waktu 2004 - 2009 lalu. SBY keluarkan regulasi dalam payung Perpres No. 5 Tahun 2006 perihal Kebijakan Energi Nasional maupun keputusan Pemerintah untuk menghadirkan UU No. 30 Tahun 2007 mengenai Energi dan kebijakan pendukung lainnya. Melalui regulasi energi ini, Presiden SBY ingin mengelola energi yang mandiri dan berkelanjutan. Tidak hanya Pusat, Pemerintah Daerah juga perlu merumuskan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang sesuai konteks kewilayahan dari setiap daerah. Demikian pula, RPJMN 2010-2014 dan MP3EI 2011 - 2025 memberikan penekanan penting bagi pengelolaan energi yang berkelanjutan.

Makna hemat dalam penggunaan energi nasional haruslah menjadi kesadaran struktural maupun kesadaran kultural di negeri kita.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...