Dec 3, 2010

ACEH DAMAI SEJAHTERA


Oleh: Velix Vernando Wanggai
(Dimuat di Jurnal Nasional, Kamis, 2 Desember 2010, Kolom: Spektra)



Senin 29 November 2010, Presiden SBY kembali menginjakkan kaki di Bumi Serambi Mekah, Aceh Darusalam. Mengunjungi Aceh mengingatkan Presiden pada beberapa tahun lalu dimana wilayah ini masih dilanda konflik. Waktu itu tahun 2004 ketika SBY sebagai Menkopolhukam menginisiasi langkah-langah perdamaian. Setiap Kabupaten di Aceh didatangi satu per satu untuk meyakinkan rakyat tentang urgensi perdamaian. Di setiap pertemuan dengan jajaran Pemda dan tokoh masyarakat setempat, SBY mengajak pihak-pihak yang berkonflik untuk duduk dalam satu kursi perdamaian.

Kursi perdamaian itu kemarin dianugerahkan oleh Gubernur Irwandi Yusuf kepada Presiden Yudhoyono sebagai wujud terima kasih rakyat Aceh kepada Presiden SBY. Rasa hikmat dan haru bercampur menjadi satu tatkala simbol perdamaian itu diterima Presiden SBY dan Ibu Ani yang langsung mencoba menggunakan kursi tersebut. Aceh pasca kesepakatan Helsinki memiliki wajah yang berubah. Konflik yang berkepanjangan seolah-olah menutupi masa lalu sejarah Aceh yang gemilang. Masih tersimpan dalam memori bangsa Indonesia tentang dedikasi rakyat Aceh terhadap awal terbentuknya NKRI. Dakota RI-001 Seulawah adalah pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia yang dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways. Pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia.

Tidak Ada Resep Ajaib

Nanggro’e Aceh Darusalam (NAD) bermakna negeri yang damai dan sejahtera. Kehidupan yang damai menjadi cita-cita seluruh umat manusia. Cita-cita untuk menciptakan kehidupan di muka bumi tidak akan terwujud jika suasana diliputi ketakutan dan tekanan. Begitupun yang dibutuhkan dalam mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan di Aceh. Itu sebabnya Presiden SBY menegaskan bahwa damai adalah prakondisi untuk kesejahteraan. Damai bukan tujuan melainkan prasyarat yang dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan di Aceh.

Pemerintah sejak lama secara konsisten mengatasi permasalahan konflik di Aceh secara adil dan bermartabat. Kebijakan politik dan langkah-langkah mediasi yang dilakukan akhirnya melahirkan kedamaian di Tanah Rencong ini. Semua aspirasi yang muncul dari berbagai kelompok masyarakat di Aceh -- sebagai efek dari dinamika sosial dan politik di wilayah itu -- diakomodasi oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Aceh merupakan wujud pergumulan panjang yang menjadikan Provinsi NAD sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memperoleh status otonomi khusus bersama Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Langkah menuju Aceh yang sejahtera lagi menjadi prioritas Sang Gubernur. Bidang pendidikan dan kesehatan terus ditingkatkan. Sementara di bidang ekonomi Presiden mengamanatkan perlunya keterlibatan investasi besar di Aceh. Pengembangan investasi ini dilakukan lewat 3 cluster yang dapat membangun perekonomian Aceh sesuai potensi wilayahnya. Kebesaran sejarah Aceh di masa lalu dan status kekhususannya di masa kini perlu dikonstruksi dalam kerangka kesejahteraan. Secara teori, kesejahteraan biasanya diukur dari pendapatan per kapita, tingkat pendidikan dan kesehatan yang memadai maupun kemampuan daya beli masyarakat yang tinggi. Prasyarat dari semua itu sekali lagi adalah damai atau rasa aman. Tanpa rasa aman, cita-cita untuk mencapai kesejahteraan menjadi muspra.

Tidak ada resep ajaib dalam mewujudkan kesejahteraan. Kesejahteraan juga tidak datang dari langit tetapi harus diwujudkan secara bersama-sama. Kebersamaan itu yang dibutuhkan saat ini, sehingga sebagai sebuah bangsa, kita tidak boleh maju sendiri-sendiri tetapi harus maju bersama-sama.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...