Dec 31, 2010

Natal di Jayapura

Oleh: Velix Vernando Wanggai
(dimuat di harian Jurnal Nasional, 30 Desember 2010)

Di penghujung tahun 2010 ini saya sengaja pulang kampung dan menikmati suasana Natal di Kota Jayapura. Terdapat spanduk dari Kodam Cenderawasih tertulis "Natal Membawa Kasih dan Damai", tentunya bagi Tanah Papua. Pesan di spanduk itu penting di Hari Natal 2010 ini karena di wilayah ini sering terjadi konflik politik yang mengganggu stabilitas keamanan di Bumi Cenderawasih.

Perayaan Natal di Jayapura dan Papua pada umumnya diwarnai kebaktian di gereja-gereja, nyala lilin dan hiasan "pohon terang" (pohon natal) di ruang terbuka maupun di rumah-rumah warga Kristiani. Saling mengunjungi dan mengucapkan Selamat Natal antarsesama keluarga sambil menikmati hidangan minuman dan kue-kue ringan merupakan kebahagiaan tersendiri yang masih saya jumpai saat ini.

Sebagai Muslim, tidak ada halangan bagi saya untuk menikmati hidangan yang tersaji di kala saya dan keluarga bersilaturahmi ke handai tolan dan keluarga Kristiani di kota ini. Al Quran pada Surat Al-Baqarah, Ayat 285 menegaskan bahwa seorang mulim tidak membeda-bedakan satu pun Nabi dan Rasul yang diutus Tuhan kepada umat manusia.

Semua Nabi dan Rasul Tuhan itu diimani oleh setiap muslim. Isa al-Masih diimani oleh kaum muslim sebagai bagian dari ajaran inti Islam. Doa Isa al-Masih dalam Al Quran, Surat Maryam ayat 33 berbunyi : "Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitan hidup kembali". Keberadaan Isa al-Masih menurut iman Islam atau Yesus Kritus menurut iman Kristen seperti dikisahkan dalam Injil Matius 1 : 21-25 sebagai Juru Selamat.

Teks Al-Kitab diatas mempertautkan kesamaan pandangan bahwa kehadiran para Nabi dan Rasul Tuhan adalah untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa. Itulah misi utama para nabi dan rasul Tuhan yang kita imani bersama. Tetapi yang terpenting dari rasa syukur atas kedatangan para Juru Selamat manusia itu tidak perlu dengan kemewahan yang berlebihan. Sebab, bisa jadi kemewahan yang ditampilkan adalah refleksi dari kesombongan dan keangkuhan.

Etika Papua

Di hari Natal, kami mengunjungi keluarga yang merayakannya seperti halnya mereka mengunjungi kami sewaktu Lebaran. Momentum keagamaan seperti itu menjadi media silaturahmi yang efektif kaum muslim dan kristiani di Papua. Sayang sekali, terkadang perbedaan keyakinan "dipakai" sebagai titik awal konflik di masyarakat kita.

Kita patut belajar dari Tanah Papua bahwa konflik bernuansa SARA yang terjadi pada satu dekade lalu di beberapa wilayah di Tanah Air tidak sampai merambat ke Tanah Papua. Konflik SARA tidak terjadi dan Insya Allah tidak akan pernah terjadi di Tanah Papua karena di sana terdapat ikatan persaudaraan abadi atas nama adat.

Adat telah mempersatukan manusia Papua yang berbeda keyakinan keagamaan dalam ikatan toleransi dan rasa hormat yang tinggi. Ikatan sosial dalam satu marga (fam), satu klan (keret), satu suku atau bahkan tak memiliki hubungan darah maupun suku sama sekali terasa sangat kuat.

Nilai-nilai tentang rasa hormat yang tinggi, mengasihi dan bertegur sapa antarsesama adalah ciri manusia Papua. Justru dianggap aneh bahkan mungkin dikategorikan sombong apabila ada manusia Papua yang ditegur oleh sesama Papua ketika bertemu atau berpapasan di jalan tetapi yang bersangkutan tidak memberi respons apa-apa. Sikap yang demikian itu pada dasarnya bukan etika Papua.

The Golden Rule

Merayakan Natal dengan menumbuhkan sikap kasih sayang dan toleransi yang dikhotbahkan para pendeta dan pastor juga menjadi semangat keagamaan yang sering dikhotbahkan para tokoh-tokoh agama yang lain di Indonesia jangan hanya sebatas ruang ibadah saja tetapi harus terwujud dalam aksi sosial bangsa Indonesia.

Sepanjang tahun 2010 kita diperhadapkan pada suasana dimana sebagian warga bangsa hidup penuh ketakutan. Di beberapa tempat muncul teror dan intimidasi dari sebagian kelompok masyarakat kepada sebagian kelompok masyarakat lainnya. Kita masih menemukan gejala pemaksaan kehendak. Ada kelompok yang ingin menang sendiri atau menganggap diri sendiri yang benar dan yang lain salah. Ada juga kelompok masyarakat yang bertindak anarkis atas nama etika dan moral keagamaan. Kondisi brutalitas dan niretika sosial ini memperlemah komitmen kebersamaan dalam berbangsa dan merusak tatanan peradaban kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dalam konteks Natal 2010 ini, Presiden SBY menyerukan umat krstiani untuk kembali pada "the golden rule" yang berbunyi : "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri". Pesan suci ini terutama untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah di Wasior, Mentawai, dan Merapi beberapa waktu lalu.

Besok kita akan menutup tahun 2010 sekaligus membuka lembaran hidup baru di tahun 2011. Sikap hidup yang demikian itu akan memupuk solidaritas kita sebagai bangsa dan menyuburkan toleransi hidup beragama dalam kehidupan bangsa yang harmonis.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...