Jul 28, 2011

Transformasi Ekonomi Sumatera

Velix Wanggai-- Jurnal Nasional, Kamis 28 Juli 2011

Dua hari ini, tepatnya pada 28 ‘“ 29 Juli 2011, Presiden SBY kembali menyapa saudara-saudara kita di Sumatera, khususnya di Sumatera Selatan. Kedatangan Presiden SBY memiliki makna yang besar bagi pembangunan Sumatera. Beberapa bulan lagi, semua orang yang menetap di kawasan Asia Tenggara bahkan di dunia akan menyaksikan pesta olah raga terakbar di level Asia Tenggara. Harapannya, ekonomi Sumatera akan ikut tumbuh secara inklusif.

Perhatian dunia ke Pulau Sumatera tidak hanya saat ini saja. Namun dalam lintasan sejarah dunia, Sumatera telah dilirik oleh berbagai kalangan dari berbagai belahan dunia. Saat itu dunia menjuluki Sumatera adalah "Pulau Emas". Dari prasasti yang ditemukan, dalam bahasa Sansekerta pulau Sumatera ini disebut Suwarnadwipa (Pulau Emas) atau Suwarnabhumi (Tanah Emas). Seorang musafir dari China yang bernama I-tsing (634-713), menetap di Sriwijaya bertahun-tahun dan menyebuti nama Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti "Negeri Emas".

Dalam sejarah Islam, Ibnu Bathutah adalah tokoh yang dikenal sebagai da‘i yang berkeliling ke berbagai wilayah di dunia. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia sempat singgah di kerajaan Samatrah. Kemudian, pada abad 15-16 para musafir Eropa memakai nama Samatrah untuk menyebuti pulau tersebut. Misalnya, di tahun 1521 Antonio Pigafetta menyebuti pulau ini, Somatra. Kemudian, para musafir Belanda dan Inggris, baik Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, menulis dalam berbagai laporannya dengan nama Sumatra. Itulah penyebutan yang baku hingga saat ini. Penggalan cerita sejarah ini merupakan modal sosial yang sangat berharga bagi pembangunan Sumatera ke depan.

Dalam kerangka geografis peran dan posisi wilayah Sumatera semakin penting bagi kepentingan nasional. Kekuatan ekonomi Sumatera adalah kekuatan kedua setelah ekonomi Jawa-Bali. Di tahun 2008 kontribusi ekonomi wilayah Sumatera terhadap struktur ekonomi nasional sekitar 23 persen. Dalam konteks itu, Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan yang berkontribusi paling tinggi. Namun demikian, ekonomi provinsi-provinsi lainnya memiliki potensi untuk terus berkembang.

Kini, dalam konteks pengembangan wilayah di Tanah Air, Presiden SBY memberikan perhatian yang besar untuk menumbuhkan ekonomi Sumatera lebih berimbang, sebagaimana ditegaskan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Hal ini juga ditekankan pula pada kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang telah ditetapkan pada 27 Mei 2011 lalu. Sumatera adalah salah satu koridor ekonomi wilayah yang diarahkan sebagai "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional".

Sejak kurun waktu 2004-2009 dan dilanjutkan pada Periode II ini, Presiden SBY telah mendorong kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh seperti Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Besar sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Banda Aceh Darussalam. Demikian pula, Presiden menetapkan empat (4) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) di Sumatera, yaitu KPBPB Sabang, Batam, Bintan dan Karimun. Untuk memantapkan skenario pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memberikan backward dan forward linkages ini, pada 14 Oktober 2009, Presiden telah mendorong lahirnya UU No 39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sesuai regulasi ini, keempat Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ini diakomodasi dalam kerangka kebijakan KEK.

Sumatera juga berada di beranda depan Republik. Untuk itu, Presiden SBY melihat Sumatera ini begitu strategis sebagai pintu gerbang untuk berinteraksi langsung dengan negara tetangga. Ada 12 Kabupaten/Kota yang berada di bibir perbatasan antarnegara, yaitu Kota Sabang (NAD); Kabupaten Serdang Bedagai (Sumatera Utara); Kepulauan Anambas, Karimun, Kota Batam, Natuna, dan Kota Bintan (Kepulauan Riau); dan Dumai, Bengkalis, Rokan Hilir, Indragiri Hilir dan Kepulauan Meranti (Riau). Pemerintah terus mendorong pembangunan perbatasan baik melalui berbagai program sektoral dan regional, serta mengubah sejumlah regulasi guna mendukung pengembangan wilayah perbatasan.

Namun, pembangunan Sumatera diwarnai pula oleh soal kesenjangan antarwilayah baik wilayah Sumatera bagian utara, bagian selatan, dan pesisir pantai. Di periode 2009-2014, ada 183 Kabupaten Tertinggal yang ditangani oleh Pemerintah. Dari jumlah 183 Kabupaten Tertinggal ini, ternyata 46 daerah tertinggal berada di pulau Sumatera. Daerah tertinggal yang tertinggi di Aceh sebanyak 12 Kabupaten, dan diikuti oleh Sumatera Barat (8), Sumatera Selatan (7), Sumatera Utara (6), Bengkulu (6), Lampung (4), Kepulauan Riau (2), dan Bangka Belitung (1). Hal ini adalah pekerjaan rumah kita semua.

Saat ini, Presiden SBY telah berupaya untuk menerapkan pendekatan yang terpadu dari seluruh sektor untuk mengembangkan Sumatera. Ke depan, dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, Pemerintah mengembangkan komoditas unggulan wilayah yang memiliki daya saing tinggi melalui kerjasa sama lintas sektor dan lintas wilayah provinsi. Dalam kerangka kebijakan MP3EI, komoditas kelapa sawit, karet, dan batubara adalah kegiatan ekonomi utama sebagai mesin pertumbuhan ekonomi koridor. Untuk mendukung strategi itu, Pemerintah mendorong interaksi antarkawasan pesisir timur, kawasan tengah, dan kawasan pesisir barat Sumatera melalui pengembangan sistem moda transportasi yang terpadu.

Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah kapasitas penyelenggaraan pemerintahan daerah di Sumatera. Pada 21 April 2011 lalu, Kementerian Dalam Negeri telah melakukan evaluasi dan memberikan status dan peringkat provinsi, kabupaten, dan kota. Dari 10 Provinsi peringkat teratas, ternyata ada 5 provinsi berasal dari wilayah Sumatera, yaitu Sumatera Selatan (peringkat 4), dan diikuti Lampung (5), Sumatera Barat (8), dan Sumatera Utara (10). Sementara Provinsi Jambi berada di peringkat ke-29 dari 33 provinsi. Hal ini merupakan dorongan, namun sekaligus sebagai bahan evaluasi atas kinerja pelayanan publik dari masing-masing pemerintah daerah di wilayah Sumatera.

Harapannya, prinsip keseimbangan dan keserasian pembangunan antar wilayah di pulau Sumatera dapat terwujud. Itulah makna sesungguhnya dari pembangunan yang inklusif dan berkeadilan di era Presiden SBY.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...