Aug 1, 2013

Kaltim Summit 2013: Transformasi Ekonomi Pasca-Tambang Migas

Velix WanggaiStaf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah


DI ERA desentralisasi dan otonomi daerah ini, ternyata berbagai inovasi daerah tumbuh dan berkembang. Salah satunya provinsi Kalimantan Timur. Sejak tahun 2010 lalu, Kaltim telah menggelar forum perencanaan partisipatif yang disebut Kaltim Summit.

Melalui Kaltim Summit, arah besar perjalanan pembangunan wilayah Kaltim didiskusikan secara mendalam dari berbagai pemangku kepentingan. Sejalan dengan kecenderungan perubahan yang terjadi, Kaltim Summit juga menekankan agenda yang berubah dari waktu ke waktu.

Pada tahun 2010 Kaltim Summit mengangkat tema ‘Percepatan Pembangunan Kaltim Menuju Visi Kaltim Bangkit 2009-2013‘. Sedangkan kali ini pada Kaltim Summit II 2013, tema besar yang didialogkan adalah ‘Kebijakan Pembangunan Kaltim 2014-2018. Tema ini menjawab Visi Kaltim 2030 yaitu Transformasi Ekonomi Pasca Migas dan Tambang‘.

Dari kedua Summit tersebut, tampaknya ada ikatan yang kuat dari setiap agenda yang diusung sejak 2009-2013 sampai lima tahun berikutnya. Tema Transformasi ekonomi pascamigas dan tambang menjadi kajian yang menarik. Karena hal ini terkait dengan kemana arah pembangunan Kaltim.

Apakah menggunakan strategi yang terus menggenjot potensi sumber daya alam yang ada? Ataukah Kaltim memutar pemikirannya untuk mengubah haluan ekonomi daerah yang lebih berkelanjutan? Dalam presentasinya, Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak, menekankan untuk memilih haluan baru dengan menegaskan bahwa Visi Kaltim 2030, yaitu Pertumbuhan Kaltim hijau yang berkeadilan dan berkelanjutan, atau yang disebut dengan green economy with equity.

Mencermati pergeseran ekonomi wilayah Kaltim, ternyata sejak tahun 1970-an hingga tahun 2012 ini, struktur ekonomi Kaltim masih diwarnai oleh sektor kehutanan, sektor tambang dan migas. Kita mengenalnya dengan periode kayu pada tahun 1970-an hingga 1990, periode migas sejak tahun 1990-2008, dan periode batubara sejak 2008 hingga 2012 ini.

Kayu menjadi andalan Kaltim pada tahun 1970-an hingga 90-an. Pada periode itu ekonomi tumbuh 7,42 persen. Kemudian, boom migas pada tahun 1990 hingga 2000, dimana sektor pertambangan migas dan industri pengilangan minyak bumi, dan gas alam cair mulai mengambil alih dominasi ekonomi Kaltim. Selanjutnya struktur ekonomi bergeser ke sektor tambang nonmigas, terutama batubara menggeser posisi tambang migas dalam pembentukan PDRB.

Ekonomi pascatambang dan migas menjadi menarik karena hal ini menjadi wajah dari ekonomi Indonesia di masa mendatang. Sejumlah pengamat menjelaskan bahwa ekonomi wilayah yang tergantung dengan sumber daya alam ini dapat menyebabkan negara luput melakukan variasi kegiatan ekonomi. Akibatnya, model ekonomi dapat tumbuh patronase ekonomi yang dikuasai kelompok-kelompok ekonomi tertentu.

Bahkan praktik rent seeking dapat terjadi. Menyadari struktur ekonomi yang perlu diubah secara terukur, Provinsi Kaltim membangun visi jangka panjang untuk mempersiapkan transformasi ekonomi menuju ekonomi yang lebih seimbang antara yang berbasis sumber daya alam tidak terbarukan dengan sumber daya alam yang terbarukan secara sistematis.

Haluan ekonomi yang berubah ini pengembangan wilayah berbasis pulau-pulau besar, salah satunya Kalimantan. Hal ini sejalan dengan arah besar dari strategi nasional dalam RPJMN 2010-2014 yang menekankan pengembangan wilayah-wilayah potensi diluar Jawa, salah satunya Kalimantan. Demikian pula, sejalan dengan skenario pengembangan koridor ekonomi Kalimantan yang ditegaskan di dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dimana Koridor Kalimantan diarahkan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional.

Dalam kaitan itu, Gubernur Kaltim memilih untuk mendorong tujuh kawasan industri unggulan, yaitu kawasan industri Kariangau Balikpapan, kawasan jasa dan perdagangan Samarinda, kawasan oleochemical Maloy, kawasan pariwisata Pulau Derawan Berau, kawasan Delta Kayan Food Estate Bulungan, dan kawasan industri strategis perbatasan.

Kaltim Summit ini kemudian meletakkan skenario tahapan menuju 2030. Periode 2009-2013: Periode Inisiasi, Periode 2013-2015; Periode Pengembangan Kapasitas Lokal; Periode 2015-2020: Periode Peningktan Nilai Tambah dan Penguatan Rantai Nilai; Periode 2020-2030: Pengembangan klaster industri ramah lingkungan, dan Periode 2030-2050 sebagai periode inovasi.

Kita berharap, wajah ekonomi Kaltim dapat berubah seiring dengan konteks global, nasional, dan regional. Tentu sejumlah pekerjaan rumah wajib diperhatikan di dalam transformasi ekonomi itu, seperti kapasitas sumber daya manusia, dukungan infrastruktur wilayah, kepastian regulasi, kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah, dukungan sosial masyarakat Kaltim, serta kepemimpinan daerah yang kuat dan inovatif.

Perubahan Kaltim ini memerlukan korelasi yang harmonis antara demokrasi, kesejahteraan, dan keamanan. Ini penting untuk dirawat dalam suatu masyarakat yang majemuk. Semoga Kaltim yang sedang menggeliat ini membawa inspirasi perubahan bagi daerah-daerah lain di Indonesia. n

Hetifah Apresiasi Kaltim Summit II

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...