Mar 25, 2011

Desa Membangun

Oleh: Velix Wanggai (Kolom Spektra, Jurnal Nasional, 24 Maret 2011)

Selama enam tahun terakhir ini, dalam setiap kunjungan ke daerah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu merencanakan kegiatan untuk bertemu dan berdialog dengan para petani, pedagang kecil, dan pekerja informal lainnya di desa-desa. Penulis teringat dalam suatu kunjungan ke Madiun, Jawa Timur, Presiden menghentikan iringan rangkaian mobil kepresidenan dan singgah di pinggiran sawah untuk berdialog dengan para petani. Demikian pula, di Trenggalek, Presiden duduk di bawah pepohonan kelapa, di samping kandang ternak, dan Presiden mengajak para peternak kambing berdialog. Peristiwa di lapangan ini adalah bukti dari komitmen Presiden untuk memberikan motivasi dalam membangkitkan ekonomi desa dan taraf hidup penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan.

Kita menyadari bahwa kondisi sosial masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Salah satu faktor adalah akibat perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana investasi ekonomi lebih terkonsentrasi di daerah perkotaan. Seringkali kegiatan ekonomi di perkotaan belum sinergis dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan. Demikian pula, dalam struktur desentralisasi dan otonomi daerah, kedudukan desa masih terus didiskusikan dan diperdebatkan, apakah desa sebagai sebagai bagian dari struktur pemerintahan, ataukah desa dianggap hanya sebagai komunitas masyarakat adat saja.

Jika disimak dengan baik, desa bukan sekedar unit administratif, atau hanya permukiman penduduk, melainkan juga merupakan basis sumberdaya ekonomi (tanah, sawah, sungai, ladang, kebun, hutan dan sebagainya), basis komunitas yang memiliki keragaman nilai-nilai lokal dan ikatan-ikatan sosial, ataupun basis kepemerintahan yang mengatur dan mengurus sumberdaya dan komunitas tersebut. Di Ibu Pertiwi ini, masyarakat hukum adat dilindungi dan diakui keberadaannya. Masyarakat hukum adat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan sektor-sektor lain yang terkait dengan hak ulayat atau tanah adat, yang didalamnya terdapat sumber-sumber daya alam yang menjadi bagian sangat penting bagi kehidupan mereka.

Demikian pula, pengakuan nasional dan internasional terhadap masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, telah dinyatakan, baik melalui Pasal 18B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3 UUD 1945, maupun Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melalui pengesahan The U.N. Declaration on the Rights of the Indigenous Peoples pada tanggal 13 September 2007, dan kesepakatan ILO Convention No. 169 tahun 1989 on The Rights of the Indigenous Peoples and Tribal Groups in Independent Countries yang menjadi dasar bagi negara-negara di dunia untuk mengakui keberadaan hak masyarakat hukum adat.

Sejak tahun 2004, Presiden SBY mendorong pembangunan desa yang berorientasi pada kebutuhan lokal dijalankan secara mandiri. Desa memiliki potensi modal sosial, kearifan lokal, dan sumberdaya lokal dalam membangun berbagai potensi ekonominya. Dengan potensi ini, Presiden mendorong berbagai agenda pembangunan perdesaan, antara lain Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang berbasis pada pengembangan desa mandiri, serta agenda afirmasi dan akselerasi desa-desa tertinggal yang berjumlah sekitar 40 persen dari total desa di Indonesia.

Untuk itu, dalam konteks kewilayahan, sejak 2004 lalu, Presiden SBY mendorong percepatan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis, meningkatkan keberpihakan dalam mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal, dan mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan. Harapannya, hasil produksi wilayah perdesaan merupakan ‘backward linkages' dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan.

Konsep desa mandiri telah tertuang dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Komitmen Presiden terhadap desa ini dijabarkan lebih lanjut melalui PP No. 72/2005 tentang Desa yang memberikan ruang kepada desa untuk menjalankan pembangunan desa (desa membangun) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa).

Rencana pembangunan desa ini didasarkan pada urusan-urusan yang menjadi kewenangan desa, potensi dan inisiatif lokal, semangat gotong royong dan partisipasi masyarakat, sekaligus disesuaikan dengan kearifan lokal setempat. Salah satu kombinasi antara UU No. 32/2004 dan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang melahirkan Permendagri No. 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat yaitu pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan atas prakarsa masyarakat meliputi penataan ruang secara partisipatif, pengembangan pusat pertumbuhan terpadu antardesa, serta penguatan kapasitas masyarakat, kelembagaan dan kemitraan, yang dilaksanakan melalui Pusat Pertumbuhan Terpadu Antardesa (PPTAD).

Ke depan, Presiden SBY memiliki komitmen untuk memaknai desa secara menyeluruh. Langkah utama adalah merumuskan payung hukum khusus tentang desa dalam bentuk RUU Desa. Ada lima poin penting yang menjadi dasar, yaitu keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Harapannya, dengan otonomi desa, desa akan tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri, dalam kerangka sistem nilai dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...