Feb 9, 2012

Negara dengan "Peradaban Mulia"

Jakarta | Kamis, 9 Feb 2012

Oleh: Velix Wanggai

SEMUA bangsa yang beradab membutuhkan energi positif bersama. Energi positif itu berisi nilai-nilai yang hidup (the living values) yang digali dari ajaran agama melalui nabinya dan etos kerja yang terpadu dan terpancar di tengah-tengah masyarakat, termasuk elit-elitnya. Kita katakan saja energi positif itu dalam tulisan ini sebagai: "peradaban mulia".

Sebagai pemimpin negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak bangsa Indonesia untuk membangun negara ini, dengan berbekal "peradaban mulia", sebagaimana Presiden tegaskan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara, 6 Februari 2012. Tentu saja, "peradaban mulia" tersebut tidak serta-merta bisa terbangun dengan kata-kata. Namun energi positif itu dibangun dengan kecintaan, kebersamaan, dan langkah-langkah nyata. Energi positif itu harus datang bersama dari umat dan pemimpin agama.

Sebagaimana kita ketahui, selama beberapa puluh tahun dalam masa hidup dan perjuangannya di Mekkah maupun Madinah, Nabi Muhammad SAW membangun umatnya dengan energi positif seperti sopan santun, kesabaran, dan toleransi. Sejak itu, peradaban mulia itu menjadi pelajaran secara berabad abad sampai sekarang.

Dalam konteks Indonesia, Presiden SBY sangat memahami bahwa banyak masalah yang sedang dan akan dihadapi dewasa ini. Namun berbagai tantangan itu dapat dijawab menghadirkan energi positif yang memadukan kerja keras pribadi dan uswah hasanah, seperti ketenangan dalam memutuskan, kematangan perhitungan, dan ketepatan kebijakan, serta keterpaduan kerja antar instansi. Uswah hasanah lain yang penulis tangkap dan rasakan dari energi positif itu ialah ketahanan psikologis Presiden SBY untuk menghadapi cercaan dan kritikan akhir-akhir ini.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ernest Rennan, untuk kuat semua elemen bangsa membutuhkan energi positif yaitu "keinginan untuk bersatu". Maka, Indonesia tampil dan utuh karena hampir seluruh Presiden dan Wakil Presiden RI, serta sebagian besar pemimpin bangsa ini berkomitmen melestarikan energi positif "keinginan untuk bersatu" tersebut. Bahwa bangsa ini juga kuat dan terbangun karena energi positif yang melembaga. Walaupun dari berbagai suku bangsa, keragaman tradisi, budaya, dan penganut agama yang berbeda Indonesia tetap tegak. Di tengah keragaman itu, meskipun sekali-sekali masih terjadi permasalahan antarkomunitas, kita dapat bersatu dan terus membangun diri.

Sejalan dengan prinsip itulah, Presiden mengajak kaum muslimin di seluruh Tanah Air untuk mengembangkan cara-cara yang arif dalam menjembatani perbedaan. Jangan bertindak sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri, kita harus hormati hak-hak setiap warga negara, meskipun berbeda keyakinan, agama, ras, ataupun suku. Kita yakin, untuk menjadi sebuah bangsa yang tetap rukun dan bersatu, serta bangsa yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan perlu energi positif secara terus-menerus. Nilai-nilai itulah sebagai energi positif yang gilirannya dapat membangun nilai "peradaban mulia" itu.

Menurut penulis--sebagaimana dikemukakan Presiden--salah satu ikhtiar untuk menuju peradaban mulia ialah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai universal agama dan demokrasi seperti; keadilan, keadaban, kesantunan, dan toleransi. Energi positif ini, pada gilirannya akan menjadi kekuatan luar biasa. Kekuatan luar biasa itu lalu membangun "peradaban mulia", sebaliknya, peradaban mulia membangun kekuatan yang luar biasa. Insya Allah

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...