Mar 6, 2013

Saatnya Hukum sebagai Panglima

 
Jurnal Nasional | Kamis, 7 Mar 2013, Oleh: Velix Wanggai

Sejak terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), demokrasi adalah pilihan politik dari para pendiri negara ini. Di tengah setting sosial bangsa yang majemuk ini, demokrasi adalah pilihan yang tepat untuk menghadirkan kesejahteraan dan sistem pemerintahan yang bertanggung jawab. Namun, perjalanan bangsa ini penuh dengan dinamika.

Di dalam satu kesempatan, Professor Mochtar Masoed dari Universitas Gadjah Mada pernah menyebutkan bahwa Indonesia pernah mengalami periode yang berbeda. Sang Professor menjelaskan bahwa di era Orde Lama, politik adalah panglima. Di era Orde Baru, ekonomi adalah panglima. Dan kini di erareformasi, saatnya hukum sebagai panglima.

Mengapa hukum harus diletakkan sebagai panglima? Banyak pemikir dan lembaga-lembaga kajian dunia sepakat bahwa kematangan demokrasi ditandai oleh sejauh mana hukum ditegakkan oleh negara tanpa diskriminasi dan sejauhmana hukum dipatuhi oleh seluruh warga bangsa. Taat pada aturan hukum (rule of law) adalah fondasi penting dari demokrasi itu sendiri. International IDEA membangun metodologi untuk menilai kualitas demokrasi yang disebut The State of Democracy (SoD) assessment.
 
Dalam konteks itu, kriteria hukum, hak-hak, dan kewarganegaraan adalah salah satu pilar dari SoD tersebut. Sudahkah negara maupun masyarakat berjalan secara konsisten dengan aturan hukum? Tidak hanya negara yang patuh pada hukum, namun seluruh rakyat harus patuh pada sistem hukum yang berlaku tanpa terkecuali. Sedangkan tiga pilar lainnya dalam menilai kualitas demokrasi (SoD) ini adalah pemerintahan yang akuntabel dan perwakilan, partisipasi popular dan masyarakat sipil, serta dimensi internasional dalam praktek demokrasi.

Hukum sebagai panglima adalah harga mutlak bagi negara ini. Ketika memberikan kuliah di suatu kampus di Singapura pada awal tahun 2013 ini, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Professor Mahfud MD menegaskan bahwa hukum sebagai panglima merupakan kunci untuk memperbaiki dan menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia. Lebih jauh, problem sosial, ekonomi, politik, sosial, dan budaya akan bisa terselesaikan kalau hukum bisa ditegakkan tanpa pandang bulu.

Memanglingkan hukum adalah kewajiban yang harus dilakukan Indonesia sekarang ini, kata Professor Mahfud. Dalam hal relasi demokrasi dan hukum, Ketua MK menjelaskan bahwa demokrasi tanpa hukum akan menimbulkan kekacauan dan merusak demokrasi itu sendiri karena yang terjadi adalah merusak demokrasi dengan cara demokrasi. Karena itu, demokrasi harus dibangun dengan pembangunan hukum. Demikian poin penting dari kuliah umum Professor Mahfud yang berjudul "Indonesia's Second Wave of Reform".
 
Demikian pula, mantan Ketua MK, Profesosor Jimly Asshiddiqie memiliki pandangan yang sejalan dengan Professor Mahfud MD. Dalam makalah yang berjudul "Gagasan Negara Hukum Indonesia", Professor Jimly kembali menegaskan bahwa Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, konsep Negara Hukum atau "Rechtsstaat" semakin ditegaskan yakni "Negara Indonesia adalah Negara Hukum".

Dalam konsep Negara Hukum, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan panglima ataupun ekonomi. Secara lebih rinci, mantan Ketua MK ini menjelaskan ada 13 prinsip pokok yang menyangga tegaknya satu negara modern sehingga disebut Negara Hukum. Prinsip pokok itu antara lain supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan, peradilan bebas dan tidak memihak, perlindungan hak asasi manusia, transparansi dan kontrol sosial, serta ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal ini berarti prinsip pokok ber-Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki korelasi positif dengan demokrasi, dan bahkan sebagai fondasi penting di dalam berdemokrasi. Prinsip supremasi hukum merupakan pengejawantahan atau ekspresi kesadaran rasional kenegaraan atas keyakinan pada Tuhan Yang Masa Esa. Maknanya, setiap warga negara wajib taat pada aturan hukum karena ketaatan pada hukum negara adalah simbol dari ketaatan umat atas segala perintah dan larangan-Nya.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...