Oct 14, 2011

Antara Wakatobi dan Belitong

oleh: Velix Wanggai
(dimuat di Jurnas, 13 Oktober 2011)

Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia. Gugus laut dan pulau yang membujur di alur katulistiwa ini kita sebut nusantara. Kita adalah Negara Kepulauan yang secara fisik memiliki garis pantai mencapai 81.000 kilometer dengan jumlah pulau mencapai lebih dari 17.500 pulau. Luas daratan 1,9 juta kilometer persegi, sementara luas perairan 3,1 juta kilometer persegi. Bahari (kata Arab bahr) yang artinya laut adalah bagian dari sejarah masa lalu bangsa Indonesia. Lagu “nenek moyangku orang pelaut” merupakan gambaran semangat kebaharian/kemaritiman pelaut-pelaut nusantara sebagai penjelajah samudera pada 1500 tahun lampau. Sebelum Cheng Ho dan Colombus, para penjelajah laut nusantara sudah melintasi sepertiga dunia.

Sejak lama, kawasan laut dan perairan kita merupakan sarana lalulintas antarkawasan, baik sebagai rute perdagangan, invasi kekuasaan politik maupun hubungan antarkebudayaan. Kerajaan maritim Sriwijaya di Palembang yang kekuasaan membentang dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga ke Kamboja, Thailand, dan Semenanjung Malaya. Kekuasaan kerajaan Hindu yang invasif ini tidak eksklusif tetapi berinteraksi dengan kerajaan Budha dan Islam di Asia Tengah dan Timur. Bentangan laut dan pulau yang terpisah-pisah antarkawasan bukanlah penghalang tetapi pemersatu bagi interaksi ekonomi dan kebudayaan antarbangsa se-kawasan maupun dunia.

Khazanah masa lampau didukung dengan potensi laut dan perairan nusantara yang kaya, cukup menjadi modal untuk bangkit memajukan perekonomian bangsa yang bernuansa bahari. Bayangkan, jutaan ton hasil laut dari jenis ikan dan non-ikan, terumbu karang serta taman laut yang indah dan tersebar merata di seluruh perairan nusantara serta desa-desa pesisir pantai dan pulau-pulau kecil adalah milik kita. Mengapa kita memanfaatkan semua itu? Hal ini yang mendorong pemerintah pada tiga tahun terakhir giat menyelenggarakan kegiatan Sail Indonesia di beberapa kawasan.

Tahun 2011 ini, pemerintah menggelar kegitan berlayar yang dipusatkan di dua tempat, yakni di Wakatobi, Sulawesi Tenggara dan Belitong, Bangka Belitong dengan sebutan Sail Wakatobi-Belitong (SWB) 2011, Tahun 2009 kegiatan sejenis dilaksanakan di Bunaken (Sail Bunaken) Manado, Sulawesi Utara dan pada tahun 2010 lalu, kegiatan serupa dilakukan di kepulauan Banda (Sail Banda), Maluku. Hajatan tahunan ini baru ada di masa pemerintahan Presiden SBY sebagai promosi wisata dan budaya bahari.

Keterkaitan Antarwilayah

Kawasan kepulauan Wakatobi (Wanci, Kaledupa, Tomia, Binongko) adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengggara. Taman Nasional Wakatobi adalah perairan, dimana terdapat keanekaragaman hayati laut dengan skala dan kondisi karang yang menempati salah satu prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia.

Kawasan pendukung penyelenggaraan kegiatan SWB 2011 kota-kota pantai Bau-bau di pulau Buton, Raha di pulau Muna, Kabaena di pulau Kabaena dan Kendari di daratan Sulawesi. Sementara kawasan kepulauan Belitong terdiri dari pulau Belitong dan pulau Bangka. Kota utamanya adalah Tanjung Pandan, Tanjung Kelayang, Sungai Liat dan Pangkal Pinang. Kota-kota ini harus didesain menjadi kota-kota pantai (coastal cities) dengan pendekatan perencanaan yang multisektor.

Selain kota-kota primer tersebut, terdapat pulau-pulau kecil berpenghuni di sekitarnya yang menjadi destinasi pariwisata bahari. Penduduk di pulau-pulau kecil di Wakatobi yang mendekati pulau Seram di Maluku maupun pulau-pulau kecil di Belitong yang menjorok ke arah timur berhadapan dengan Selat Karimata harus memperoleh manfaat ekonomi pasca SWB 2011 ini.

Kegiatan SWB 2011 yang mengambil tema Clean Ocean for the Future menjanjikan kesejahteraan masyarakat akan tumbuh dari pemanfaatan kekayaan laut nusantara yang ada di perairan Wakatobi dan Belitong. Diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjadikan Wakatobi dan Belitung sebagai daerah tujuan wisata nasional dan internasional. Tetapi di samping sisi formalitas dan seremonial, yang terpenting adalah bagaimana memadukan pemanfaatan potensi daerah masing-masing.

Kata kuncinya terletak pada keterkaitan antarwilayah, baik kepulauan Bangka-Belitung dengan pulau Sumatera maupun dengan pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Sebagai negara maritim, keterkaitan antarwilayah yang efisien, kokoh dan terpadu menjadi dasar dari percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemajuan daerah. Keterkaitan antarwilayah akan mendorong perpindahan arus barang dan jasa, modal, dan informasi secara lebih cepat dan produktif. Keterkaitan antarwilayah juga akan mendorong terjaganya kesatuan wilayah sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan yang solid, serta terbangunnya wawasan kebangsaan yang kuat.

Sejumlah Sail Indonesia, mulai dari Bunaken, Banda, dan Belitong-Wakatobi dapat dimaknai sebagai wujud dari perubahan kebijakan yang berdimensi kewilayahan yang ditekankan oleh Presiden SBY. Perubahan kebijakan ini ditegaskan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014. Pendekatan regional diarahkan pada pembangunan berbasis pulau-pulau besar di Indonesia. Untuk membumikan perubahan pendekatan itu, kini Pemerintah sedang menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau. Harapannya, pembangunan yang terpadu dan integratif dapat terwujud dalam payung tata ruang pulau. Dalam konteks itu, kita juga memaknai kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan prioritas di enam koridor wilayah merupakan langkah terobosan guna mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan di Republik ini.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...