Oct 27, 2011

Memahami Papua

(oleh: Velix Wanggai, Jurnal Nasional, 27 Oktober 2011)

Papua selalu ada di hati Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sejak menerima amanah sebagai Presiden pada 20 Oktober 2004, berbagai langkah yang menyentuh hati masyarakat Papua telah dilakukan dan terus akan dilakukan dalam tiga tahun ke depan.

Pada awal tahun 2009, tepatnya tanggal 22 Januari, Presiden SBY menginjakkan kaki di Pulau Mansinam, Manokwari, Papua Barat. Di Pulau yang memiliki nilai historis dalam peradaban orang Papua itu, Presiden SBY didampingi Ibu Negara datang untuk menyapa saudara-saudara Papua yang terkena gempa bumi berskala 7,2 richter. Di tengah-tengah ribuan orang Presiden mengajak kita semua untuk menyatukan langkah untuk membangun Papua dengan jujur. Ajakan, sekaligus seruan Presiden ini senapas dengan kata-kata bijak yang amat terkenal di Papua, yakni “siapa yang bekerja jujur di tanah ini, maka dia akan menemui tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain”.

Sebelum meninggalkan Pulau Mansinam, tiba-tiba presiden SBY berdiri terdiam sejenak untuk mendengar kata-kata penuh makna dari lantunan lagu “Tanah Papua” yang dinyanyikan oleh paduan suara setempat.

Disana Pulauku yang kupuja selalu
Tanah
Papua Pulau indah
Hutan dan
lautmu yang membisu slalu
Cendrawasih
burung emas

Gunung-gunung
lembah-lembah yuang penuh misteri
Kau kupuja slalu keindahahan alammu
yang mempesona
Sungaimu yang deras mengalirkan
emas
Sio Ya Tuhan terima kasih

Di Pulau Mansinam itu Presiden SBY mengucapkan kalimat yang penuh makna. “Hari ini sungguh hari yang indah, karena kita semua dapat berkumpul di Pulau yang bersejarah ini, Pulau Mansinam sebagai lambang peradapan di tanah Papua yang kita cintai dan kita banggakan ini. Pulau ini yang mendapatkan berkah Tuhan, bukan hanya memiliki kebesaran sejarah masa lampau sebagai gerbang dari peradapan, the gate of civilization, tetapi kita berharap sambil memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa dari pulau ini, tanah Papua yang kita cintai memiliki masa depan yang gemilang”, demikian kata Presiden SBY.

Sebelumnya, Presiden SBY telah mengunjungi Merauke pada April 2006 dan wilayah Pegunungan Tengah, khususnya di Jayawijaya dan di Yahukimo pada pertengahan 2007. Merauke telah ditetapkan sebagai wilayah pertanian yang diharapkan sebagai lumbung pangan di Timur Indonesia. Dengan lahan yang cukup luas, beras telah ditanam sejak era Belanda. Kini, sebagai bagian dari skenario pembangunan nasional, wilayah Merauke menjadi klaster ekonomi potensial di dalam kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Begitu terkesimanya Presiden SBY atas keramahan masyarakat dan wilayah Merauke, di dalam perjalanan pulangnya dari Merauke, Presiden merangkai kata-kata indah menjadi satu lagu yang berjudul, “Mentari Bersinar”.

Di Merauke, Presiden SBY mengungkapkan rasa syukurnya karena panen raya padi telah dapat dilakukan di wilayah ini. Hal ini menunjukkan keberhasilan kita bersama dalam membangun sektor pertanian di tanah air. Ternyata pembangunan pertanian tidak hanya di Pulau Jawa, atau pulau-pulau lain di Nusantara ini, namun keberhasilan pembangunan juga dirasakan di wilayah Timur Indonesia. Tiga bulan kemudian, pada akhir Juli 2006, Presiden SBY menyapa saudara-saudara kita di wilayah Jayawijaya dan Yahukimo. Dengan melihat kondisi wilayah yang terisolasi dari dunia luar, Presiden SBY menegaskan bahwa sektor infrastruktur menjadi prioritas dari Pemerintah. Dana otonomi khusus yang relatif besar dan didukung oleh dana-dana sektoral akan ditujukan untuk membuka aksessibilitas di wilayah Pegunungan Tengah Papua.

Kunjungan ke pulau Mansinam pada awal tahun 2009, Merauke dan Jayawijaya pada pertengahan tahun 2006, dan sebelumnya kunjungan ke Nabire dan Jayapura pada akhir tahun 2004, merupakan komitmen yang serius yang ditunjukkan oleh Presiden SBY dalam menangani Papua. Ketika Presiden SBY menerima amanah sebagai Presiden pada 20 Oktober 2004, dalam pidato pertamanya Presiden menegaskan bahwa Pemerintah akan memberi perhatian khusus terhadap penanganan khusus terhadap penanganan situasi konflik di Aceh dan Papua. Agenda penanganan Papua dimasukkan sebagai salah satu prioritas dalam Program 100 Hari.

Setelah bekerja dua-tiga bulan, akhirnya Presiden SBY dapat menyelesaikan sebuah pekerjaan rumah yang ditinggalkan pendahulunya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP). Bahkan Presiden SBY datang sendiri ke Jayapura untuk menyerahkan PP Nomor 54 ini sebagai hadiah Natal kepada masyarakat Papua. Sebagai daerah yang spesifik, MRP hadir sebagai lembaga representasi kultural yang mewadahi wakil kaum adat, tokoh agama, dan tokoh perempuan.

Selain pendekatan kultural ini, sejak periode I kepemimpinan Presiden SBY, Presiden telah menekankan pendekatan yang lebih humanis yang menghormati hak-hak asasi manusia. Ketika di Merauke pada 5 April 2006, Presiden SBY mengajak masyarakat Papua untuk melihat ke depan dan jangan terlalu banyak menoleh ke belakang.

Kata Presiden, “Pemerintah menyadari bahwa ada kekeliruan kebijakan masa lalu, yang menyebabkan sebagian rakyat di Provinsi ini merasa kurang puas dan merasa diperlakukan kurang adil. Ada sejumlah kebijakan masalah lalu, yang dinilai bertendensi melanggar hak-hak asasi rakyat. Kini semua kebijakan itu telah kita ubah, sejak kita memasuki era reformasi. Pemerintah yang kini saya pimpin, benar-benar memegang teguh komitmen untuk memajukan daerah ini, menegakkan hukum, dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia”. Untuk itu, Presiden menginstruksikan kepada aparatur pemerintah dan seluruh aparatur keamanan berusaha semaksimal mungkin untuk bertindak secara persuasif dan hati-hati dalam menangani masalah.

Sementara itu, dengan payung Otonomi Khusus bagi Papua dan Papua Barat, dalam tujuh tahun terakhir ini Presiden SBY terus melanjutkan komitmennya untuk melanjutkan desentralisasi kebijakan fiskal yang semakin meningkat. Alokasi dana yang relatif besar dibandingkan wilayah lain di tanah air ini patut dikelola dengan tepat.

Menata Papua dengan hati adalah kunci sukses dalam pembangunan Papua. Hal itu telah ditegaskan Presiden SBY dalam pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2011. Dan, dalam sisa tiga tahun kepemimpinan Presiden SBY, agenda Papua merupakan salah satu prioritas yang akan ditangani. Komitmen yang serius itu telah ditekankan oleh Presiden SBY dalam policy speech yang disampaikan pada 19 Oktober 2011 lalu. Berbagai pendekatan yang menyeluruh bagi Papua akan terus dilanjutkan hingga tahun 2014.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...