Oct 26, 2011

Posko Brimob Ditembaki

Rabu, 26 Oktober 2011 | 05:09 WIB

Jayapura, Kompas - Sehari setelah Kepala Polsek Mulia Ajun Komisaris Dominggus Octavianus Awes dikeroyok dan ditembak hingga tewas, kekerasan di Papua terus meningkat. Kelompok sipil bersenjata menembaki posko Brimob di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Selasa (25/10). Pelakunya diperkirakan 200 orang, yang terbagi dua kelompok.

Insiden baku tembak itu terjadi dua kali. Pukul 06.00 sampai pukul 07.00 terjadi baku tembak antara anggota Brimob yang berpatroli dan sekelompok orang tak dikenal setelah jenazah Dominggus Awes diberangkatkan ke Jayapura.

Pukul 13.00 sampai pukul 13.30, sekelompok orang tak dikenal menembaki posko taktis Brimob, Puncak Jaya. ”Namun, tidak ada korban tewas dalam insiden baku tembak di dua tempat tersebut,” kata Kepala Divisi Humas Kepolisian Negara RI (Polri) Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam di Jakarta, Selasa.

Meskipun diserang, posko taktis Brimob itu tidak rusak karena tembakan berasal dari arah cukup jauh, yaitu dari perbukitan. Kelompok itu diperkirakan 200 orang yang dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama berjumlah sekitar 150 orang dengan senjata tradisional seperti kapak dan panah, sedangkan kelompok kedua sekitar 50 orang bersenjata api. Menurut Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe, kelompok pertama berada sekitar 700 meter dari posko Brimob.

”Mereka menari-nari untuk memancing aparat mendekat,” kata Lukas Enembe. Kelompok kedua bertiarap di sepanjang sungai, yang berjarak sekitar 500 meter dari pos tersebut. Menurut Lukas Enembe, kontak senjata aparat gabungan TNI dan Polri dengan kelompok bersenjata itu terjadi sejak pagi hari. Ia menduga kelompok itu hendak merampas senjata milik aparat keamanan.

”Motif mereka ingin mencari senjata api,” kata Anton secara terpisah. ”Juni lalu, anggota kami diambil juga senjatanya,” ujarnya. Setelah dua insiden penembakan itu, aparat Brimob melakukan pengejaran, tetapi para pelaku melarikan diri.

Lukas Enembe mengaku telah berkomunikasi dengan pimpinan kelompok bersenjata itu untuk menghentikan aksi tersebut. Ia juga meminta bantuan pemuka agama untuk bernegosiasi dengan kelompok itu agar mau menarik diri. Lukas Enembe berupaya menahan amuk para penyerang agar tidak membakar kantor-kantor pemerintah. Sebuah kantor dinas, yaitu Kantor Dinas Ketahanan Pangan, diinformasikan dibakar sekitar pukul 16.00. Namun, ujar Lukas Enembe, situasi kota tampak seperti biasa, mungkin masyarakat terbiasa dengan situasi itu.

Lukas Enembe mengatakan, kelompok penyerang itu bukan di bawah kendali Gholiat Tabuni, pemimpin Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) wilayah Puncak Jaya. ”Saya sudah berkomunikasi dengannya. Ia mengatakan tidak bertanggung jawab atas penyerangan itu,” katanya.

Lukas Enembe menyebutkan, di Puncak Jaya ada tiga kelompok bersenjata. Kelompok pertama dipimpin Gholiat Tabuni, kelompok kedua dipimpin Mathias Wenda, dan kelompok lainnya berafiliasi dengan TPN/OPM di Papua Niugini. Meskipun punya tujuan sama, mereka tidak di bawah satu komando. Ia menduga penyerangan kemarin dilakukan kelompok ketiga.

Ia berharap pemerintah memberikan dukungan untuk mengatasi hal itu. Selasa malam, Polri mengirim pasukan tambahan dari Brimob, Kelapa Dua, Depok, sebanyak 170 personel ke Papua. Menurut Anton, Polri menetapkan Siaga I di wilayah Polres Jayawijaya.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Wachyono, penembak Dominggus diduga berasal dari kelompok yang sama dengan pelaku penembakan Briptu M Yazin, Juni lalu.
Menanggapi situasi di Papua, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto di Istana Negara, Jakarta, mengatakan, ”Tindak kekerasan di Papua, bagaimanapun, ada dan nyata. Maka, jika TNI/Polri mengejar para pelaku tindak kejahatan itu, jangan lagi dikaitkan dengan HAM (hak asasi manusia). Dalam konteks itu, aparat keamanan kita melakukan tindakan penegakan hukum.”

Secara umum, kata Djoko Suyanto, pemerintah menempuh dua langkah sebagai bentuk penyelesaian jangka pendek. Pertama, tentang gerakan separatis, penanganannya diserahkan kepada penegak hukum. Kedua, terkait penembakan di Timika dan Mulia, pemerintah telah mengejar para pelaku.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengatakan, sebuah tim melakukan langkah-langkah penyelidikan dan pengejaran. ”Kita tunggu saja hasilnya,” ucapnya.

Masalah mendasar
 
Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, menjelaskan, gejolak di Papua sesungguhnya sudah diprediksi, tetapi disayangkan pemerintah terkesan lambat dalam menangani. Tubagus mengingatkan ada empat permasalahan mendasar di Papua, yakni perbedaan persepsi masalah integrasi Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, marjinalisasi penduduk asli Papua, pelanggaran HAM, dan masalah otonomi khusus (otsus) yang dinilai tidak berjalan.

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengakui, pemerintah menyadari pelaksanaan otsus Papua dan Papua Barat belum efektif. Di sisi lain, ada kelompok bersenjata dalam skala kecil di Papua dan Papua Barat yang terus menyuarakan kemerdekaan. Dua hal itu diakui memicu gejolak keamanan.

Menurut Velix, pendekatan politik juga dilakukan terus dengan membangun komunikasi konstruktif dengan elemen masyarakat di Papua. Pemerintah berupaya menangani dengan pendekatan menyeluruh dari sisi politik, hukum, budaya, dan sosial ekonomi. Pendekatan ekonomi diwujudkan dalam bentuk konsistensi desentralisasi fiskal Papua dan Papua Barat. Pembiayaan pusat ke Papua dan Papua Barat dalam tujuh tahun terakhir meningkat lebih dari 100 persen. Jika pada 2004-2005 alokasi dana otsus, dana sektoral, dan dana alokasi umum ke daerah itu berkisar Rp 13 triliun, tahun ini alokasinya meningkat menjadi Rp 30 triliun.

Namun, diingatkan, pendekatan keamanan pemerintah pusat hanya membuat Papua berpotensi merdeka. ”Kalau eskalasi kekerasan meningkat, pastilah akan makin menguatkan jaringan internasional mereka dalam rangka mendorong Papua merdeka. Yang harus dilakukan adalah pendekatan kesejahteraan,” kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida di Jakarta.
Anggota Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adriana Elisabeth, mengatakan, penyelesaian masalah Papua saat ini selalu dalam konteks menempatkan Papua sebagai potensi separatisme. ”Membuat program pembangunan, tetapi pelabelan separatisme tidak hilang,” ujarnya.
(JOS/BIL/WHY/FER/ATO/ONG/EDN)

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...