Nov 14, 2011

Empat Persoalan Kelola Otsus di Papua

Ary Wibowo | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Senin, 14 November 2011 | 20:10 WIB

Papua Barat dan Papua.

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, mengakui untuk mengelola Otonomi Khusus di Papua memang tidak sederhana. Velix menilai, untuk mengelola otsus tersebut setidaknya ada empat persoalan besar yang kini masih menjadi perhatian serius pemerintah pusat.

"Pertama, di dalam otsus ini kita harus membenahi berbagai strategi aspek pembangunan. Karena banyak pasal-pasal yang bicara soal pembanguan. Harus disusun dari aspek perencanan, kemudian pembenahanya, dan pendekatan yang tepat untuk Papua," ujar Velix di Jakarta, Senin (14/11/2011).

Persoalan kedua, lanjut Velix, adalah pembenahan dalam strategi aspek pembiayaan keuangan dalam otsus tersebut, termasuk dana otsus semenjak 2002 ditambah dengan dana-dana sektoral. Setelah itu, harus juga ditentukan strategi yang tepat untuk pengalokasian dana tersebut.

"Kemudian harus juga dibenahi hubungan pusat dengan daerah supaya pembiayaan ini bisa berjalan sinergis, dan perlu juga diperhatikan aspek pengendalian dana itu sendiri," tuturnya.

Ditambahkan, aspek pemberdayaan pemerintahan juga masih menjadi persoalan. Ia menilai, pembenahan bagaimana kapasitas aparatur propinsi, kabupaten, kemudian hubungan antara kewenangan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten masih kurang berjalan optimal.

"Lalu, bagaimana juga caranya agar Papua ini akan dimekarkan menjadi dua provinsi saja atau lima provinsi. Ini kan aspek kelembagaan yang harus dibenahi, dan masih menjadi persoalan," kata Velix.

Aspek terakhir, menurut Velix, adalah persoalan yang bersifat politik, hukum, dan Hak Asasi Manusia. Ia mencontohkan mengenai aspek penanganan pelanggaran HAM, di mana diantaranya banyak juga pelanggaran HAM masa lalu yang berkaitan dengan sejarah daerah tersebut.

Velix menilai, untuk menangani persoalan tersebut berbagai pihak baik pemerintah daerah, dan pusat, dalam hal ini termasuk legislatif dan eksekutif, harus bertanggung jawab mengatasi permasalahan tersebut.

"Apalagi terakhir Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk membatalkan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Ini kan artinya otsus tidak bisa membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang tugasnya adalah mengklarifikasi sejarah Papua, dan menyusun strategi rekonsiliasi di Papua," kata Velix.

Karena itu, menurut Felix, persoalan otsus tidak bisa hanya disederhanakan dengan adanya anggaran yang besar di Papua. Pasalnya, empat persoalan tersebut masih menjadi kendala untuk melaksanakan otsus agar dapat berjalan dengan baik di Papua.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...